Oleh: Risma Aprilia
(Aktivis Muslimah Majalengka)
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang sempat tertunda pengesahannya sejak tahun 2012 lalu, kini kembali disebut-sebut masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2021. Rancangan ini disambut baik oleh Komnas Perempuan. “Komnas Perempuan mengapresiasi DPR RI yang telah menetapkan RUU PKS dalam Prolegnas Prioritas 2021. RUU PKS diusulkan sejak 2012, artinya, pengesahannya sudah 8 tahun ditunda,” kata Komisioner Komnas Perempuan, Theresia Iswarini saat dihubungi, Jumat (15/1/2021). (news.detik.com, 16/1/2021).
Melihat selama 2020, Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat sebanyak 2.738 perempuan di Jawa Barat jadi korban kekerasan. Mereka menjadi korban kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran ekonomi, seksual berbasis online, dan trafficking atau pekerja migran bermasalah. Provinsi Jawa Barat menjadi tertinggi dalam kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia. (inews.id, 13/12/2020). Sehingga timbul inisiatif untuk kembali mengusulkan RUU PKS agar segera disahkan.
Besar harapan masyarakat dengan disahkannya RUU tersebut, tindakan kekerasan seksual bisa segera teratasi. Tapi sangat disayangkan jika sistem yang diterapkan saat ini masih liberal sekularis, dimana kebebasan menjadi landasan dalam aktivitas berifkir, bergaul, berekspresi dan hal lainnya yang justru semakin menjamurnya tindakan kekerasan seksual.
Berbeda halnya dalam sistem Islam, dimana setiap aktivitas manusia harus terikat dengan hukum syara’. Mengenai kekerasan seksual Islam mempunyai solusi untuk mengatasinya, dengan merujuk dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Islam menjelaskan secara gamblang dan akurat peran laki-laki dan perempuan dalam kehidupan ini, serta memberikan pedoman yang rinci tentang bagaimana seharusnya mereka berinteraksi antara satu dengan yang lain dalam setiap aspek kehidupan. Sehingga tidak dikenal adanya penindasan atau diskriminasi yang dilakukan oleh salah satu pihak kepada pihak lainnya.
Allah SWT memberikan kewajiban bagi laki-laki dan perempuan sesuai dengan fitrahnya. Hak dan kewajiban seorang laki-laki jika dia berperan sebagai bapak, maka wajib memberikan makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi anak-anaknya, sampai mereka dewasa dan mampu menafkahi diri mereka sendiri. ‘Aisyah ra meriwayatkan bahwa Hindun binti ‘Utbah -istri Abu Sufyan- mendatangi Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah saw, Abu Sufyan sesungguhnya laki-laki yang sangat kikir. Ia tidak pernah memberikan nafkah yang cukup bagi diriku dan anakku.” Maka Rasulullah saw menjawab: “Ambillah olehmu secara baik-baik hartanya dengan kadar yang dipandang cukup untuk dirimu dan anakmu.” (Kitab al-Umm, Imam Syafi’i).