Lebih lanjut, Ki Hajar menjelaskan terkait konsep kemerdekaan dalam pendidikan adalah pada bagaimana cara anak berpikir. Bukan dengan cara disuruh, atau mengakui buah pikiran orang lain, namun agar anak-anak mencari sendiri dengan buah pikirannya. Demikian juga cara anak mengembangkan buah kesadaran atau sikap batinnya, memeliharan keinsyafannya, dan cara merasakan hendaknya juga tidak disuruh atau dipaksa. Namun agar diberi ruang secukupnya bagi mereka untuk melakukannya sendiri, membangun kesadaranya sendiri. Maka, agar anak-anak sungguh merdeka lahir dan batin, caranya adalah memerdekakan batin, pikiran, dan tenaga dengan cara olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah jasmani. Kemerdekaan berarti hidup tidak tergantung kepada orang lain.
Bantuan tidak boleh mengurangi kemerdekaan lahir dan batin. Kebabasan atau kemerdekaan dalam pendidikan juga terlihat dari konsep Pamong sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan semboyan Tut Wuri Handayani yaitu tetap mempengaruhi namun memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri. Maka, disini terkandung dasar kemerdekaan tiap-tiap orang untuk mengatur dirinya sendiri. Namun, ini bukan berarti kebebasan yang leluasa, tetapi kebabasan yang terbatas dan harus mengikuti tertib damainya hidup bersama.
Dasar pedagogik membebaskan Ki Hajar Dewantoro ini juga menjadi landasan bagi pedagogik kritis Pancasila. Pedagogik kritis Pancasila adalah bagaimana nalar pikir dan nalar nilai dari Pancasila menjadi landasan yang membebaskan dalam praksis pendidikan. Nalar pikir dan nalar nilai dari Pancasila juga sekaligus menjadi nalar kritis terhadap proses pendidikan dan proses pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila yang menjadi sumber hukum dari segala hukum yang ada di negeri ini, dengan nalar pikir dan nalar nilai yang terkandung di dalamnya menjadi pemandu untuk menentukan keadaban publik dan keadaban individu sekaligus menentukan daya kritis terhadap semua praksis keadaban individu, keadaban publik dan keadaban produk kebijakan tersebut.
Ini artinya, praksis pendidikan seharusnya mampu melahirkan keadaban individu peserta didik yang akan menjadi sumbangan pada keadaban publik. Nalar nilai dan nalar kritis yang menjadi ruh dari Pancasila melahirkan peserta didik yang tahu apa yang harus diperbuatnya. Yaitu perbuatan yang melahirkan kebaikan dan keadaban publik dan keadaban bangsa. Perbuatan yang mampu menjawab tantangan globalisasi tanpa kehilangan jati diri atau identitas dirinya sebagai Bangsa Indonesia dengan tetap memiliki pijakan nalar ketuhanan. Dan semua itu dimulai dari pedagogik membebaskan atau memerdekakan R.M. Jemblung Trunogati.