AMERIKA Serikat (AS) menunjukkan sikap lebih keras ke Rusia. Dalam panggilan telepon perdananya ke Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Amerika Serikat Joe Biden memberikan signal-signal ini.
Hal tersebut mengarah pada kekhawatiran AS soal hak asasi manusia di negeri Kremlin dan “agresi’ ke Ukraina. Meski begitu, AS tetap akan membuka peluang kerja sama soal nuklir dengan Rusia.
Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki mengatakan Biden menunjukkan kekhawatiran tentang perlakuan pemerintah Rusia terhadap anggota oposisi, termasuk Alexei Navalny. Pemimpin oposisi Navaly hampir mati tahun lalu karena racun yang dituding sejumlah pihak dibuat pemerintah Putin.
Situasi makin rumit saat Navalny kembali dari pengobatan ke Rusia dan ditangkap Moskow. Navalny saat ini dipenjara.
Belum lagi selama akhir pekan, polisi melakukan penangkapan massal terhadap orang-orang yang berdemonstrasi untuk mendukung Navalny. “Selain mengangkat kasus Navalny, Biden menandai perlakuan damai terhadap pengunjuk rasa oleh pasukan keamanan Rusia”, tulis AFP mengutip jubir Biden.
Sambungan telepon juga membahas soal kemungkinan kedua negara bekerja sama secara terpisah dalam masalah nuklir. Gedung Putih mengatakan Biden dan Putin telah setuju untuk untuk menyelesaikan negosiasi baru kesepakatan START (Strategic Arms Reduction Treaty/ Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis).
Perjanjian ini membatasi keduanya untuk membuat senjata pemusnah tersebut. Di mana kekuatan masing-masing hanya maksimum 1.550 hulu ledak nuklir. Perjanjian sebelumnya akan berakhir 5 Februari nanti.
Komunikasi kedua pemimpin itu diharapkan mampu meningkatkan lebih banyak stabilitas antara dua negara paling bersenjata di dunia. Sebelumnya di era Donald Trump pembahasan sempat mandek.(red)