Sayangnya, upaya masyarakat untuk mencegah peredaran miras ini tidak berbanding lurus dengan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah yang menganut sistem demokrasi sekuler. Karena pada faktanya barang haram tersebut masih bebas diproduksi dan dikonsumsi di negara yang mayoritas muslim ini, bahkan peredarannya diatur dan dilegalkan oleh undang-undang. Sungguh ironis.
Pencegahan peredaran miras ditengah-tengah masyarakat penting dilakukan oleh semua pihak. Akan tetapi, pencegahan miras ini tidak akan pernah berjalan secara baik jika hanya masyarakat kecil saja yang melakukan hal tersebut. Bagaimana mungkin bisa menghentikan peredaran miras bila di sisi lain indrustri miras tetap diizinkan oleh negara dengan alasan penerimaan pajak. Belum lagi para pengusaha industri pariwisata yang menganggap miras adalah pelengkap hiburan yang memikat para wisatawan mancanegara dan akan menyumbang devisa bagi negara. Itulah yang terjadi di negara yang menganut sistem demokrasi kapitalis.
Sistem demokrasi telah menjamin kebebasan perilaku termasuk kebebasan mengkonsumsi barang-barang haram di masyarakat. Sedangkan kapitalisme membolehkan jual-beli apa saja selama ada konsumennya, meski itu barang haram yang merusak akal dan moral. Bisa kita bayangkan bahwa negeri ini pun dibangun dengan aneka pajak yang berasal dari minuman keras. Maka bagaimanakah bisa mendatangkan berkah, ketenangan dan kenyamanan hidup?
Beda dengan sistem kapitalis yang tidak mengindahkan halal-haramnya suatu barang, asalkan mendatangkan manfaat maka tetap akan diproduksi. Maka dalam Islam, benda yang hukumnya haram maka tidak boleh diproduksi, dijual, dikonsumsi ataupun dimanfaatkan dalam bentuk apapun.
Bahkan syariat Islam tidak hanya melarang dalam mengkonsumsinya saja, namun juga yang berkaitan dengan pengadaan dan pihak yang mengadakannya. Dalam hadits dijelaskan ada 10 golongan yang dilaknat terkait dengan khamr, yaitu orang yang (1) memeras/pembuat, (2) minta diperaskan, (3) meminum/mengkonsumsi, (4) membawakan, (5) minta dibawakan, (6) memberi minum dengannya, (7) menjual, (8) makan hasil penjualannya, (9) membeli, (10) yang dibelikan. (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Pencegahan peredaran miras bisa berjalan dengan baik dan benar jika semua elemen masyarakat terlibat aktif dalam pencegahannya. Pertama, ketakwaan individu muslim negara ini harus terus dibangun dengan mewajibkan setiap warga negara rutin mengikuti kajian-kajian Islam secara kaffah. Kedua, masyarakat ikut berperan aktif dalam mengontrol jika ada penyebaran miras di tengah-tengah masyarakat. Ketiga, yang paling penting dan paling utama negara melarang produksi miras serta menutup serapat mungkin segala celah yang memungkinkan beredarnya minuman keras dengan memberikan sanksi yang tegas kepada pihak-pihak yang terlibat dalam bisnis haram tersebut.