Pidato JK Rowling di Harvard: Tak Perlu Sihir, Manusia Bisa Berempati dengan Imajinasi

Pidato JK Rowling di Harvard: Tak Perlu Sihir, Manusia Bisa Berempati dengan Imajinasi
JK Rowling, Penulis fiksi Novel Harry Potter
0 Komentar

PADA kelulusan Universitas Harvard tahun 2018, J.K. Rowling menyampaikan pidato yang amat kuat dan memukau — dengan cepat menjadi yang paling banyak dilihat pada alamat wisuda Harvard di situs webnya, bahkan sudah tersedia dalam bentuk buku berjudul Very Good Lives.

Imajinasi, yang memainkan peran utama dan membangun kembali hidup Rowling, menjadi motivasi penyemangat para lulusan baru itu. Menjadi menarik bagaimana ia mendefinisikan imajinasi dalam pengertian yang lebih luas.

“Imajinasi bukan hanya kemampuan unik manusia untuk membayangkan sesuatu yang tidak ada, dan dengan demikian menjadi sumber dari semua ciptaan dan inovasi; dalam kapasitasnya yang paling transformatif dan membukakan mata, imajinasi memiliki kuasa yang membuat kita bisa berempati dengan orang-orang yang pengalaman hidupnya berbeda dengan kita,” pidato Rowling dalam buku Very Good Lives.

Baca Juga:Diguyur Hujan Sejak Semalam, Ini Sejumlah Daerah di Jakarta yang Dikepung BanjirTips Aman Berkendara Menerobos Jalur Banjir

Imajinasi Rowling berasal dari pengalaman yang gelap sebelum Harry Potter muncul. Yakni saat ia bekerja di departemen riset Afrika pada kantor pusat Amnesty International di London.

“Setiap hari, saya melihat banyak bukti betapa kejamnya perbuatan manusia terhadap sesamanya hanya demi merebut atau mempertahankan kekuasaan. Saya mulai mengalami mimpi buruk, mimpi buruk sungguhan, karena beberapa hal yang saya lihat, dengar, dan baca,” kenangnya pada usia awal dua puluhan.

Rowling tak pernah lupa pengalamanya bekerja di Amnesty International. Seorang pemuda korban penyiksaan dari Afrika yang juga sebaya denganya waktu itu salah satunya. Pemuda itu menderita gangguan mental setelah mengalami siksaan yang luar biasa. Badannya gemetar tak terkendali saat berbicara di depan kamera video tentang kebrutalan yang dialaminya. “Meski bertubuh lebih tinggi dari saya, ia terkesan rapuh seperti anak kecil,” ucapnya.

Setelahnya, Rowling ditugaskan mengantar pemuda itu ke stasiun kereta bawah tanah. Pemuda itu meraih tangan Rowling dengan amat sopan dan mendoakan semoga hidupnya bahagia.

Ada juga cerita lain saat Rowling berjalan di sepanjang koridor kosong dan tiba-tiba mendengar jeritan kepedihan dan kengerian dari balik pintu yang tertutup. Pintu terbuka dan seorang periset melongokkan kepala keluar, lalu menyuruh Rowling segera membuatkan minuman panas untuk pemuda yang duduk dengannya. Sebagai balasan atas keberanianya bersuara melawan rezim yang berkuasa di negerinya, ibunya yang diculik, dan dibunuh.

0 Komentar