MenjalankanTugas sebagai Pemimpin: Lelah tapi harus Lillah

MenjalankanTugas sebagai Pemimpin: Lelah tapi harus Lillah
0 Komentar

Oleh karena itu wajar kiranya pemimpin dalam era ini banyak mengeluh capek dan lelah, karena target program jabatan melebihi pemahamannya untuk melayani masyarakat sebagai objek riayah (pengurusan) di atas landasan akidah Islam.

Lelah untuk Lillah
Jika pemimpin saat ini berkeluh kesah atas usahanya “mengurus” umat, lain halnya pemimpin era peradaban Islam. Capek dan lelah bukanlah ukuran seorang pemimpin telah mencapai batas maksimal tanggung jawabnya.
Tanggung jawab Pemimpin umat bukan saja berkaitan dengan fisik semata, tapi juga rohani. Secara duniawi terpenuhinya hajat publik semaksimal mungkin adalah kewajibannya, harus sesuai arahan syariat adalah keutamaan pelayanannya.

Sabda Rasulullah saw.:
“Siapa saja yang bangun di pagi hari, sementara perhatiannya lebih banyak tertuju pada kepentingan dunia, maka ia tidak berurusan dengan Allah. Siapa saja yang tidak memperhatikan urusan kaum muslim maka ia tidak termasuk golongan mereka (kaum muslim). (HR. al-Hakim dan al-Khatib dari Hudzaifah ra.)

Baca Juga:Menyoal Bahaya Lembaga Pengelola Investasi KapitalistikWasiat Ki Hajar Dewantoro “Panca Dharma”

Pemimpin dalam naungan pemerintahan Islam akan berupaya mewujudkan lelahnya untuk Allah semata (Lillah). Karena puncak kebahagiaannya adalah kemaslahatan umat dan ridha Allah Swt.
Setiap kebijakan yang keluar darinya bukan atas keinginan diri dan hawa nafsunya tapi karena sebab syara’ memerintahkannya. Maka bagaimana mungkin ia berkeluh kesah capeknya mengurusi urusan masyarakat sementara hatinya selalu khawatir amalnya tidak diterima Allah Swt.?

Sementara itu, Nabi Muhammad saw. dalam sabda beliau senantiasa mengingatkan pentingnya tanggung jawab riayah suunil ummah yang dilakukan pemimpin menentukan posisinya kelak di Yaumul Kiamah.

“Tidaklah seorang hamba yang ditetapkan oleh Allah untuk mengurusi rakyat, lalu mati dalam keadaan menipu mereka, kecuali Allah akan mengharamkan dirinya masuk ke dalam surga.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari Ma’qil bin Yasar ra.)

Demikianlah pengingat yang senantiasa terpatri dalam jiwa seorang pemimpin. Kontribusinya untuk umat, untuk Allah dan Rasul-Nya semata karena dorongan keimanan, bukan capaian materi dan prestasi duniawi.

Wallahu a’lam bi ash Shawwab.

Laman:

1 2 3
0 Komentar