Tantangan tersebut akan melahirkan disrupsi budaya, meaningless agama dan interaksi sosial yang berubah. Orientasi masyarakat akan lebih banyak kepada pemenuhan indrawi dan materialistik. Pendidikan sekedar melahirkan manusia yang mampu beradabtasi dan berkolaborasi dalam memenuhi capaian-capaian kesuksesan. Pendidikan hanya menjadi pemenuhan dahaga diploma disease.
Visi pendidikan tersebut, tidak akan melahirkan manusia yang mampu melakukan apropriasi diri. Yaitu proses mengintegrasikan pengetahuan bagi perkembangan sosial. Pendidikan seharusnya melahirkan manusia yang mampu bertindak secara benar, agar dapat belajar (ethical self-appropriation). Pendidikan yang seperti ini akan melahirkan manusia yang mampu bertanggungjawab (be responsible) sebagai hakekat martabat manusia. Tanggungjawab yang ditujukan tidak saja pada egoisme pribadi untuk mencapai kesuksesan materi dan mengejar hedonisme. Namun sekaligus tanggungjawab kepada sesama, lingkungan dan alamsemesta dan Tuhan.
Visi pendidikan yang bertumpu pada teori trikon akan melahirkan model pendidikan yang mengembangkan kemampun untuk berpikir rasional (be reasonable). Sebab siswa bukan seonggok tanah liat yang dibentuk seenaknya saja. Namun dia adalah gerak hidup yang akan menafsirkan secara hati-hati setiap gerak kehidupan (sosial, ekonomi, budaya dan politik), sehingga dapat mengambil I’tibar atau pelajaran dari segenap peristiwa yang terjadi (hermeneutical self-appropriation).
Baca Juga:Saat Tulang Rusuk Menjadi Tulang PunggungTak Ada Formasi PPPK Untuk Guru Agama, Ketidakadilan terhadap GPA
Pendidikan seharusnya juga melahirkan manusia yang mampu memahami pengalaman sebagai sebuah konteks menyeluruh dalam memahami kehidupan. Pendidikan seharus mendorong siswa memahami pengalaman agar bisa belajar tentang kehidupan (metaphysical self-appropriation). Selain itu dasar pendidikan juga harus menyiapkan siswa mampu melakukan pengamatan, melihat dari dekat dalam mengembangkan perhatian terhadap realitas kehidupan. Pada tataran ini pendidikan mendorong siswa bisa belajar dengan menguatkan perhatian untuk memahami realias (cognitional self-appropriation). Inilah sifat imperatif (memaksa) etis dari pendidikan.
Dan kesemuanya itu dibangun di atas fondasi Pancas Dharma pendidikan Ki Hadjar Dewantoro. Pendidikan harus dibangun untuk melahirkan manusia yang memahami potensi pribadi, lingkungan dan sesama (kodrat alam). Pendidikan dilakukan untuk melahirkan jiwa-jiwa yang merdeka dan bertanggungjawab dalam menjalani kehidupan. Pendidikan didasarkan kepada karifan lokal budaya sebagai jati dan identitas diri. Sehingga tak kehilangan identitas dan jati diri. Pendidikan harus menanamkan identitias dan nilai kebangsaan. Dan pada ahirnya pendidikan harus melahirkan manusia yang peka terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Pendidikan harus dibangun di atas fondasi agama dan kemanusiaan. Bukan untuk mengejar hedonisme, individualistik dan matrialistik.