Betapa miris melihat fakta defisit ekologi. Tragedi banjir yang melanda Kalimantan Selatan menunjukkan bukan semata karena curah hujan yang ekstrim. Hal ini disampaikan sejumlah aktivis lingkungan Tirto.id (20/01/2021) melansir bahwa bencana yang terjadi di Kalimantan Selatan disebabkan kerusakan ekosistem, akibat pembukaan lahan hutan untuk tambang dan perkebunan sawit.
Berdasarkan laman yang sama, koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengungkapkan bahwa banjir Kalsel terjadi karena eksploitasi berlebihan sehingga alam rusak. “Ekosistemnya memang dirusak oleh perizinan tambang dan sawit. Kawasan-kawasan yang punya fungsi ekologi terganggu, semisal kawasan gambut, hulu, badan sungai, dan kawasan karst,” ujar Merah, kepada reporter Tirto, Alfian Putra Abdi, pada Senin (18/1/2021). Hal ini senada dengan apa yang disampaikan Kisworo Dwi Cahyono Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalsel, Ia berpendapat bahwa penyebab banjir akibat aktivitas pertambangan batu bara dan perkebunan sawit. Banjir tidak akan terjadi jika hutan sekunder dan hutan primer, sebagai resapan air, tidak tergusur oleh aktivitas tambang dan perkebunan.
Berkaca pada berbagai peristiwa bencana alam yang menimpa negeri ini. Selayaknya membuat kita sadar sampai kapankah eksploitasi alam terus terjadi? Tentu selama sistem kapitalisme sekularisme bercokol di negeri ini, maka defisit ekologi tak dapat dihindari. Sistem kapitalisme yang berasas kepada manfaat, dan sekularisme yang memisahan agama dari kehidupan, telah nyata menghantarkan kepada keserakahan. Kapitalisme melegalkan individu, kelompok, swasta, kaum kapitalis untuk menguasa lahan. Atas alasan ekonomi, eksploitasi lahan yang berlebihan seolah dibiarkan. Akhirnya berbuah bencana di mana-mana. Defisit ekologi sebagai buah dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang eksploitatif.
Selama pengelolaan memakai aturan-aturan sekular kapitalis, tak akan banyak manfaatnya bagi rakyat dan pastinya akan kehilangan berkahnya. Terbukti, di tengah berlimpahnya sumberdaya alam kita, mayoritas rakyat negeri ini miskin. Pasalnya, sebagian besar kekayaan alam kita hanya dinikmati oleh segelintir orang, terutama pihak asing, bukan oleh rakyat kebanyakan.
Sungguh sebuah kerugian besar bagi negeri ini. Di satu sisi sumber daya alam dieksploitasi, tetapi kesejahteraan sulit didapati. Ketimpangan sosial dan ekonomipun akhirnya tak dapat diatasi.