Dan persiapan yang tak kalah penting dilakukan untuk menyambut Ramadhan adalah bekal ilmu. Ilmu yang bermanfaat dan amal yang ilmiah, keduanya saling melengkapi atau loro loroning atunggal. Ilmu yang telah kita miliki harus dilestarikan , diamalkan sehingga menjadi ilmu yang muroja’ah. Ilmu tentang Ramadhan harus kita kuasai agar amalan-amalan kita di bulan Ramadhan tidak sia-sia. Ilmu yang bermanfaat menjadi jalan menuju surge karena akan menjadi amal jariyah bagi pelakunya meskipun sudah meninggalkan alam fana. Mengapa harus berilmu sebelum beramal? Karena ilmu adalah syarat sahnya amal. Orang yang melakukan amal ibadah tanpa ilmu dan pengetahuan maka amal-amalnya tidak akan diterima Allah SWT. Betapa pentingnya mensinergiskan antara ilmu, amal dan ikhlas, itulah pesan riligi yang utama dalam Al Qur’an dan Hadits. Orang yang punya ilmu tapi tidak diamalkan maka tidak punya manfaat, sedangkan mereka yang banyak amalnya tapi tidak dengan ilmu maka tidak dipandang oleh Alloh swt. Demikian juga orang yang berilmu dan beramal tapi bukan karena Alloh swt akan sia sia adanya. Inilah esnsi ilmu yang sebenarnya dan harus kita pahami dengan seksama.
Lalu, ilmu apa saja yang harus kita miliki untuk menyambut Ramadhan? Tidak lain adalah ilmu yang dapat membuat ibadah puasa kita sah sesuai syariat sehingga tidak menjadi amal yang sia-sia dan juga membuat puasa kita semakin bermakna.
Ilmu yang perlu kita pelajari meliputi ilmu yang focus tentang puasa dengan skope berkisar tentang puasa, amalan-amalan sunnah saat puasa, shalat tarawih, dan zakat fithri. Ilmu tentang puasa mulai dari memahami arti puasa itu sendiri. Puasa berarti menahan diri dari berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar hingga matahari tenggelam. Pembatal puasa yaitu makan dan minum dengan sengaja, muntah dengan sengaja, datang haidh dan nifas, dan berhubungan intim. Puasa yang kita lakukan wajib diawali dengan berniat, yaitu berkeinginan dalam hati untuk melakukan puasa. Niat tersebut harus dilakuan setiap malamnya, sebagaimana sabda Rosulullah SAW: “Siapa saja yang tidak berniat sebelum fajar (shubuh), maka tidak ada puasa untuknya.” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan An Nasai).