Karena dalam sistem kapitalis, pengembangan kawasan Food Estate melibatkan korporasi baik itu BUMN maupun swasta. Yang pada akhirnya pihak yang paing diuntungakan ialah pihak swasta.
Padahal seharusnya terkait hajat hidup rakyat digarap oleh Pemerintah tanpa melibatkan swasta. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari).
Sebagai agama yang sempurna, Islam memiliki konsep dan visi dalam mewujudkan ketahanan pangan. Sebab seorang pemimpin akan dimintai eprtanggung jawaban di hadapan Allah kelak bila ada rakyatnya kelaparan.
Baca Juga:Fokus Terbelah, Bagaimana Sejahtera?Budaya Impor Ancam Kedaulatan Bangsa
Dalam hadis yang dishahihkan oleh Ahmad Syakir dari Jalur Ustman bin Affan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Segala sesuatu selain naungn rumah, roti tawar, dan pakaian yang menutupi auratnya, dan air, lebih dari itu maka tidak ada hak bagi anak Adam di dalamnya.” (HR Imam Ahmad)
Lebih lanjut, Syariah Islam juga menjamin terlaksana mekanisme pasar yang baik. Dimana Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai distorsi pasar, seperti penimbunan, kanzul mal, riba, monopoli dan penipuan.
“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya banyak dari orang-orang alim dan rahib-rahib mereka benar-benar memakan harta orang dengan jalan yang batil, dan (mereka) menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah.” (QS. At-Taubah: 34)
Bahkan dalam persoalan akurasi data produksi pun sangat diperhatikan. Sebagaimana dalam Islam akan adanya Katib untuk mencatat hasil produksi dan hasl produksi pertanian. Sementara itu, kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply (penawaran) dan demand (permintaan) bukan dengan kebijakan pematokan harga.
Tentu dengan adanya penerapan sistem Islam oleh Negara, krisis pangan bisa terselesaikan dan ketahanan pangan akan terwujud.