Nasib buruh dengan segudang masalah dan diskriminasi senantiasa mewarnai negeri ini yang tak pernah ada habisnya. Berulangkali pemerintah membuat kebijakan hampir semuanya menuai protes terlebih yang berkaitan dengan hak pekerja. Hal ini diperparah dengan disahkannya UU Cipta Kerja dimana poin-poin yang terkandung di dalamnya menguntungkan pengusaha, merugikan pekerja. Perubahan pasal per pasalnya sarat kepentingan kapitalis ketimbang kesejahteraan pekerja.
Mirisnya, tuntutan yang senantiasa bergulir dari kaum buruh seringkali berbuah kecewa. Nasib mereka seolah kalah penting dengan keinginan korporat, baik korporat pemerintah ataupun swasta. Tak salah kiranya jika kaum pekerja mempertanyakan, mengapa negara melonggarkan perusahaan beroperasi normal sementara pembayaran THR dicicil?
Pemerintah, dalam hal ini Kemenaker, seharusnya membuka ruang mediasi yang dilandasi bahwa buruh berkontribusi dalam perputaran roda industri negeri ini. Simbiosis mutualisme yang terjalin erat antara pekerja dan pengusaha menjadikan mediasi yang dilakukan adalah untuk terjalin kesepakatan, menguntungkan kedua belah pihak.
Baca Juga:Rakyat Hemat dengan Kompor Listrik, Benarkah?Wabah Kian Rentan Jika Sekadar Mengandalkan Desinfektan
Namun, upaya teknis tersebut tak mungkin terjadi dalam sistem kapitalisme saat ini. Negara sudah terlanjur berada di pusaran arus materialis kapitalistik. Yang berkuasa adalah mereka yang memiliki modal besar. Mereka mampu mengendalikan negara dan membuat intervensi terhadap per-undang-undangan sesuai keinginan dan keuntungan pribadi serta kelompok. Terlebih lagi jika kaum pemodal ini merasa berjasa atas bertahtanya petahana.
Pada akhirnya, kapitalisme menjadikan nasib pekerja selalu menjadi kalangan kelas bawah, direndahkan, ada jarak cukup besar antara pekerja dan pelaku usaha, tolak ukur penentuan upah pun tak manusiawi yakni disesuaikan dengan biaya hidup terendah (living cost), dengan kata lain buruh hanya mendapatkan upah minimum sekedar untuk melanjutkan hidup.  Tidakkah ini menjadi bukti bahwa kapitalisme membuat negara mengistimewakan pengusaha?
Islam Solusi Kesejahteraan Buruh
 Islam telah mewajibkan negara atau penguasa sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas rasa keadilan dan kesejahteraan warganya, termasuk kaum pekerja. Negara harus memastikan mekanisme upah (ujrah) sesuai ketentuan Islam, tidak ada yang dirugikan antara pekerja (ajir) dan pihak yang mempekerjakan (musta’jir). Keduanya harus mendapatkan manfaat dari akad (kesepakatan) yang dibuat antara keduanya.