Oleh Yanyan Supiyanti, A.Md
Pegiat Literasi dan Member AMK
Tempat wisata merupakan tempat potensial yang sangat menggiurkan untuk merogoh kocek pengunjung, apalagi di masa libur lebaran. Wisata memang digadang sebagai sumber pendanaan abadi bagi pemda. Wajar kalau pemda berupaya maksimal agar masyarakat berduyun-duyun ke tempat wisata, sampai mudik pun dilarang. Mudik yang bernilai silaturahmi dilarang agar uang tak mengalir ke kampung halaman.
Aktivitas wisata di Kota Bandung tetap dibuka selama masa larangan mudik yang berlangsung pada 6 hingga 17 Mei mendatang. Para pengunjung yang diperbolehkan untuk mengakses destinasi wisata tersebut yaitu masyarakat Kota Bandung. Ketua Harian Satgas Penanganan Covid-19, Ema Sumarna, menyatakan bahwa akses objek wisata tidak identik dengan KTP tapi bagi masyarakat yang saat itu tinggal atau berada di Kota Bandung. Tentunya dengan mengikuti sejumlah persyaratan dan menyiapkan dokumen kesehatan. (Republika.co.id, 30/4/2021)
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Pemprov Jawa Barat menyiapkan strategi guna mengantisipasi lonjakan wisatawan, jumlah turis diperkirakan meningkat menyusul kebijakan larangan mudik lebaran 2021. Kepala Disparbud Jabar Dedi Taufik mengatakan, strategi tersebut penting disiapkan untuk mencegah munculnya klaster Covid-19 dari aktivitas wisata. Salah satunya dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) secara ketat. Selain itu, dilakukan peningkatan pengawasan kapasitas destinasi wisata, pelaksanaan rapid test antigen, hingga mengoptimalkan peran petugas Satgas Covid-19. (iNews.Jabar.id, 1/5/2021)
Baca Juga:Mudik Dilarang, Pariwisata Dibolehkan, Bisakah Mengatasi Pandemi?Mudik : Antara Tradisi dan Pandemik
Meskipun diantisipasi dengan adanya rapid test dan protokol kesehatan yang ketat, tapi masih menjadi tanda tanya apakah mampu mencegah munculnya klaster wisata. Belum lagi biaya rapid test dibebankan kepada pengunjung wisata. Syarat dengan kepentingan bisnis. Inilah kebijakan khas sistem kapitalisme, lebih mementingkan ekonomi ketimbang pelayanan rakyat. Terbukti sistem kapitalisme adalah sistem yang rusak dan merusak. Berasaskan manfaat belaka. Kesejahteraan rakyat ditelantarkan. Kesehatan dan keamanan rakyat pun diabaikan.
Jika kebijakan tegas sejak awal, pandemi tidak akan berlarut-larut seperti ini. Tengoklah bagaimana Islam berhasil mengatasi wabah sepanjang sembilan bulan dengan tuntas di masa Khalifah Umar bin Khaththab ra. Dengan konsep karantina wilayah sesuai sabda Rasulullah saw., “Jika kalian mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kalian berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR. Bukhari)