Jakarta –Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menekankan pentingnya vaccine nationalism, sehingga Indonesia memiliki kemampuan membuat vaksin sendiri sebagai kebutuhan untuk dalam negeri.
Airlangga mengatakan Pemerintah juga sangat berharap bahwa vaksin yang diinisiasi oleh Universitas Airlangga (Unair) dan Lembaga Eijkman, bisa dipercepat sehingga tahun depan Indonesia tidak lagi tergantung pada vaksin produksi luar negeri.
“Yang sekarang terjadi adalah vaccine nationalism, dimana vaksin ini prioritas diberikan kepada negara masing-masing. Bahkan juga terjadi vaksin biopolitik. Misalnya untuk ke China, saat ini harus menggunakan vaksin China dan untuk ke Eropa harus menggunakan vaksin Eropa. Tangan kita mungkin harus disuntik lebih dari dua kali, tergantung mau pergi kemana,” tutur Airlangga.
Baca Juga:Dukungan Pemerintah untuk Mendorong UMKM Go Digital dan Go GlobalPPKM Level 3 ,Tim Gabungan Razia Sejumlah Tempat Karoke di Subang Kota
Pernyataan ini sampaikan Ketua KPCPEN tersebut dalam peluncuran Gerakan Aksi Bersama Serentak Tanggulangi (Gebrak) COVID-19. Acara yang diselenggarakan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Uniar) digelar secara virtual, Jumat (30/07/2021).
Lewat vaccine nationalism, tentu diharapkan kebutuhan vaksin Indonesia akan terpenuhi oleh produksi dalam negeri. Bahkan warga Indonesia harus bangga terhadap vaksin dalam negeri.
Airlangga pun mengapresiasi inisiatif Uniar yang telah masuk ke platform pengadaan Vaksin Merah Putih, bersama lembaga Eijkman. Diharapkan vaksin itu segera masuk tahap uji coba Makaka (pengujian ke hewan).
Airlangga juga berharap adanya percepatan kerja sama dengan Biotis, yang akan masuk bulan Agustus prihal penelitian cara membuat obat yang baik oleh BPOM.
“Jika ini dapat terakselerasi maka Indonesia punya double engine, tidak hanya berbasis BUMN, tapi juga kerja sama perguruan tinggi dengan pihak swasta,” ucap Airlangga.
Ini membuat produksi vaksin dalam negeri kelak akan mencukupi kebutuhan Indonesia.
Dalam hal sertifikasi vaksin dari beberapa negara tersebut, Airlangga menilai malah menghalangi. Untuk itu pemerintah RI kini mendorong ke WHO bahwa vaksinasi ini tidak boleh dipolitikkan. Bahkan Indonesia sendiri sudah meminta agar vaksin ini menjadi public goods, yang bisa diproduksi oleh siapa saja. Selain itu, pemerintah Indonesia juga terus berusaha agar bisa memproduksi vaksin terutama dari riset di dalam negeri.