PKS: Pejabat Bingung dengan Urutan PSBB, New Normal, PPKM Mikro, Darurat, Level. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengaku tidak mudah untuk menjelaskan perihal PPKM berlevel ke masyarakat.
Wakil Ketua Fraksi PKS, Sukamta menanggapi pernyataan tersebut. Menurutnya, adanya perubahan-perubahan istilah yang dilakukan oleh Pemerintah, terbukti dapat membingungkan masayarakat juga Pejabat.
“Bahkan pejabat pemerintah sendiri dibuat kesulitan menjelaskan, apalagi masyarakat ?” tanya Sukamta, Kamis (5/8). Mungkin, kata Sukamta, hanya di Indonesia yang sering berganti istilah.
Baca Juga:Adilkah? Banyak Kerumuman Massa, Cuma Habib Rizieq yang Didenda dan PenjaraDinar Candy Pakai Bikini di Pinggir Jalan, Mabes Polri Akan Menelusuri Kebenarannya
“Dari PSBB, kemudian wacana New Normal, kemudian berubah PPKM, ada PPKM Mikro, PPKM Darurat dan PPKM berlevel. Pantas kalau beberapa ahli khawatir Indonesia bisa masuk dalam jebakan pandemi, karena sejak awal kebijakan pemerintah membingungkan dan tanpa arah yang jelas yang terlihat dari berganti-gantinya istilah,” jelas Sukamta.
PKS: Pejabat Bingung dengan Urutan PSBB, New Normal, PPKM Mikro, Darurat, Level
Kemudian Sukamta juga menduga, kebingungan pemerintah tersebut disebabkan sejak awal tidak menggunakan panduan yang ada dalam UU No. 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Di dalam UU, ada dua pendekatan besar dalam pengendalian wabah, karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Ini kesannya pemerintah ubah-ubah istilah yang sekarang ini disebut PPKM berlevel karena ingin menghindari kebijakan Karantina yang diatur di UU, karena tidak mau membayar kompensasi ke warga,” jelas Sukamta.
Dalam hal lain, kata Sukamta, pemerintah selalu bimbang antara kepentingan ekonomi dengan kesehatan, yang pada akhirnya banyak RS yang kolaps, kematian jumlahnya masih tinggi, dan ekonomi jeblok lagi.
Sukamta berharap pemerintah agar menggunakan UU sebagai panduan, sebab kepatuhan pada UU yang dibuat pada masa longgar, pasti hasilnya dapat lebih baik dibanding keputusan sesaat ketika terjadi kondisi buruk.
“Kita tentu tidak ingin semakin banyak rakyat yang menjadi korban pandemi. Pemerintah jangan lagi membuat istilah dan kebijakan yang membingungkan, yang bisa mengarah terjadinya jebakan pandemi,” tutup Sukamta. (Fin/Jni)