Tanaman hias memiliki potensi besar dikembangkan di Indonesia. Alasannya, global market value atau potensi pasar tanaman hias di dunia mencapai nilai Rp. 3.000 triliun, nilai itu lebih tinggi dibandingkan kopi dan teh.
Tetapi, Indonesia baru memenuhi ceruk pasar dunia sebesar 0,01 persen.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki, sewaktu meninjau Green House milik Minaqu Indonesia, sekaligus penandatanganan MoU antara Minaqu Home Nature (Minaqu Indonesia) dengan Koperasi Agro Tora Wajasakti (Sukabumi) di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/10/2021).
Dihimpun dari FIN, Sebelum kerja sama dengan Koperasi Agro Tora Wajasakti, Minaqu Indonesia sudah bermitra dengan koperasi lainnya, yakni Koperasi Pelita Desa (Ciseeng, Bogor), Koperasi Kowinas (Karawang, Subang, Cianjur, Bali, Lombok, Bangka Belitung, Batam, Yogyakarta, dan Solo), serta Koperasi Produsen Maja Flora (Mojokerto, Jawa Timur).
Baca Juga:Kemal Ataturk ANTI AGAMA, Tidak Sesuai Dengan IndonesiaJari Manis Lebih Panjang Dari Telunjuk? Ini Artinya Menurut Studi
“Saya sangat mengapresiasi atas apa yang telah dilakukan Minaqu Indonesia sebagai offtaker produk tanaman hias yang telah menggandeng kurang lebih 1.000 petani di Jawa Barat dan telah bermitra dengan 4 koperasi,” ucapTeten.
Lebih lanjut lagi, Teten menyampaikan bahwa harus dikonsolidasi, jangan biarkan mereka hanya menggarap di lahan yang sempit. Lebih baik terkonsolidasi melalui koperasi.
“Kalau sudah ada koperasi, para petani dapat fokus untuk berproduksi di lahan yang juga dikonsolidasikan menjadi skala ekonomi,” ucap Teten.
Menurut Teten, yang berperan menjadi offtaker pertama ialah koperasi sebagai agregator, melakukan pengolahan hasil panen, dan berhadapan dengan pembeli sehingga harga tidak dipermainkan oleh buyer.
“Koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum juga dapat melakukan kerja sama dengan berbagai pihak. Mulai dari akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dan kerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk teknologi tepat guna, sampai pada hilirisasi produk (pemasaran) baik secara offline dan online,” jelas Teten.
Teten melanjutkan, apa yang dilakukan Minaqu sudah mencerminkan terjadinya proses inclusive close loop, yang artinya sudah tercipta suatu ekosistem terintegrasi dari hulu hingga hilir.
“Minaqu tidak hanya bertindak sebagai offtaker dari hasil produksi petani, namun juga memberikan pendampingan mulai dari pembibitan, proses produksi, hingga pemasarannya untuk pasar ekspor,” pungkas Teten.