Ketatnya syarat untuk penumpang pesawat tentu saja dikeluhkan oleh sebagian besar masyarakat. Terlebih lagi soal tes PCR. Publik melakukan protes, sebab tarif PCR dinilai masih mahal.
Menanggapi keluhan publik tersebut, Presiden Joko Widodo memerintahkan harga tes PCR diturunkan. Kini tarif PCR maksimal Rp 300 ribu saja.
“Arahan Presiden agar harga PCR dapat diturunkan menjadi Rp 300 ribu. Selain itu, masa berlakunya selama 3×24 jam untuk perjalanan pesawat,” terang Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Koordinator PPKM Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan di Jakarta, Senin (25/10).
Baca Juga:Dukung Kesetaraan Gender, BRI Raih Penghargaan UN Women 2021: Community Engagement & PartnershipPesan Airlangga ke Alumni Golkar Institute: Harus Berani Ambil Peran Strategis Ekonomi Global
Ia menerangkan, kewajiban penggunaan PCR yang dilakukan pada moda transportasi pesawat ditujukan utamanya untuk menyeimbangkan relaksasi yang dilakukan pada aktivitas masyarakat. Terutama pada sektor pariwisata.
Walaupun sekarang ini, kasus nasional sudah rendah, Indonesia tetap harus memperkuat 3T dan 3M. Tujuannya agar kasus tidak kembali meningkat. Lebih khusus lagi dalam menghadapi periode libur Natal dan Tahun Baru.
“Tentu kita belajar dari pengalaman negara-negara lain. Secara bertahap penggunaan tes PCR akan juga diterapkan pada transportasi lainnya selama dalam mengantisipasi periode Natal dan Tahun Baru,” papar Luhut.
Dari mobilitas penduduk yang meningkat pesat dalam beberapa minggu terakhir, menjadi pertimbangan pemerintah untuk menggunakan kebijakan PCR. Walaupun kasus dan level PPKM telah turun, hal tersebut tidak boleh melonggarkan kewaspadaan.
“Banyak negara melakukan relaksasi aktivitas masyarakat. Akibatnya kasusnya meningkat pesat meskipun tingkat vaksinasi mereka jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Contohnya Inggris, Belanda, Singapura dan beberapa negara Eropa lainnya. Anda bisa cari di Google apa yang terjadi di rumah sakit di Glasgow, berapa persen kenaikan di Roma. Lalu, kenaikan di Belanda. Saya mohon jangan dilihat enaknya saja. Karena kalau lihat enaknya, kita bisa rileks berlebihan,” jelas Luhut