Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta agar Pemerintah tidak latah dalam mewacanakan penyesuaian harga jual BBM, terutama jenis Pertalite. Walaupun diketahui harga minyak dunia sekarang ini naik.
Sebab, menurutnya pemerintah melalui Kementerian ESDM semestinya menghentikan wacana kenaikan harga BBM jenis Pertalite. Pasalnya, wacana tersebut akan membuat masyarakat resah.
“Fraksi PKS pasti menolak rencana kenaikan itu. Sekarang bukan waktu yang tepat untuk menaikan harga jual BBM jenis Pertalite. Karena saat ini pandemi belum usai dan daya beli masyarakat masih lemah,” terang Mulyanto, Rabu (27/10).
Baca Juga:Perekonomian Tumbuh, Airlangga: Aktivitas Ekonomi Digital MeningkatMantan Pejabat TAPD Subang: Baru Sekarang Terjadi APBD Ditolak
Dilansir dari Fin, bahwa Mulyanto menilai, bahwa selama ini Pemerintah terlalu berpihak pada Pertamina dalam hal kenaikan harga jual BBM.
Melihat waktu dulu, saat harga BBM anjlok di awal Pandemi Covid-19, pemerintah menyetujui Pertamina tak menurunkan harga jual BBM.
Pasalnya, supaya kerugian Pertamina tak terlalu dalam, sehingga BUMN ini tetap bisa menjalankan penugasan Pemerintah di sisi hulu migas.
Ketika itu, harga BBM yang harusnya turun malah dijual dengan harga biasa tanpa penyesuaian. Padahal di negara-negara ASEAN harga jual BBM justru diturunkan.
Harga Pertalite Hari Ini, Diwacanakan Naik?
“Sekarang ketika, harga BBM mulai merambat naik, pemerintah justru mewacanakan kenaikan BBM dengan menggunakan logika yang serupa. Tentu tidak adil bagi masyarakat,” jelas Mulyanto.
Dilihat secara umum, lanjut Mulyanto, PKS mendukung upaya Pertamina memperbaiki kondisi keuangan perusahaan.
Alasannya adalah BUMN pada prinsipnya dibentuk untuk melayani masyarakat pada cabang-cabang usaha penting dan strategis, seperti sektor migas ini.
Baca Juga:Mantap! Fitur Apple Glasses, Proyeksi Visual Ke Bola MataPernyataan Tegas Elita Tentang APBD Ditolak: Stop Saling Menyalahkan, Evaluasi Kinerja TAPD
Tujuannya, supaya pengelolaan sumber daya alam benar-benar diarahkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat.
“Tapi BUMN dibentuk bukan sekadar untuk mencari untung, karena negara tidak berbisnis dengan rakyatnya.
“Jadi jika rakyat yang harus ketumpuan untuk “mensubsidi” Pertamina, baik di saat harga BBM anjlok ataupun naik, agar Pertamina tidak rugi. Ini adalah logika yang terbalik,” jelas Mulyanto.
Di samping itu, menurut mulyanto, tidak tepat jika dikatakan bahwa permintaan masyarakat terhadap Premium menurun dan mereka beralih ke Pertalite.
“Yang terjadi adalah suplai Premium yang ditahan-tahan, sehingga menjadi langka. Itu yang dilaporkan masyarakat baik di Pulau Jawa maupun di luar Jawa. Animo masyarakat terhadap BBM murah masih tetap tinggi. Karena itu pemerintah dan Pertamina tetap perlu mengalokasikan anggaran untuk pengadaan BBM murah ini,” tegas Mulyanto.