Pada Triwulan II-2021, perekonomian Indonesia berhasil tumbuh dan bahkan mencatatkan angka pertumbuhan tertinggi sejak krisis sub-prime mortgage yakni sebesar 7,07% (yoy). Perbaikan permintaan domestik membuat seluruh sektor usaha mengalami pertumbuhan positif di Triwulan II-2021, termasuk sektor informasi dan komunikasi yang tumbuh sebesar 6,87% (yoy).
Pertumbuhan pada sektor informasi dan komunikasi dipicu oleh pergeseran perilaku masyarakat ke arah “low-touch and contactless economy” terutama di masa pandemi. Situasi ini merupakan peluang akselerasi transformasi digital di berbagai sektor bisnis, sehingga mampu berkontribusi positif terhadap percepatan pemulihan ekonomi.
Indonesia memiliki bonus demografi yang mendukung pembentukan ekosistem digital yang berkelanjutan. Mayoritas penduduk Indonesia adalah Generasi Z dan Milenial berusia 8 s.d. 39 tahun yang memiliki tingkat adopsi digital tinggi. Sebanyak 37% konsumen baru ekonomi digital telah muncul selama pandemi Covid-19 dan 93% di antaranya akan tetap memanfaatkan produk ekonomi digital pasca pandemi Covid-19 (Google, Bain, Temasek; 2020).
Baca Juga:Strategi Penanggulangan Kesehatan dan Pemulihan Ekonomi PemerintahMemasuki Era Society 5.0, Menko Airlangga Sampaikan untuk Membangun Talenta Digital dan Meningkatkan Literasi Digital
“Aktivitas ekonomi digital di Indonesia terus meningkat, bahkan 41,9% total transaksi ekonomi digital ASEAN selama 2020 berasal dari Indonesia yang mencapai US$44 miliar, dan di 2025 diproyeksikan mencapai US$124 miliar. Kondisi pandemi Covid-19 juga telah mendorong perkembangan pesat pada teknologi pendidikan dan kesehatan sebagai dampak penerapan pembelajaran dan konsultasi kesehatan secara online,” ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam acara Founders’ Day – Peringatan Ulang Tahun Grup Ciputra ke-40, di Jakarta, Jumat (22/10).
Lebih lanjut, Menko Airlangga mengatakan bahwa perkembangan pesat digitalisasi di Indonesia juga memberikan peluang untuk mengakselerasi Sustainable Development Goals (SDGs) yang sudah menjadi komitmen global melalui 3 enabler, yakni:
- Akses informasi dan layanan yang tersedia bagi setiap individu, baik di desa maupun perkotaan;
- Konektivitas antar individu dan organisasi yang meningkat; dan
- Efisiensi sumber daya dari peningkatan produktivitas.
Salah satu contoh implementasi transformasi untuk mendukung SDGs yang masuk ke dalam RPJMN 2020-2024 adalah konsep Smart City, Green City, dan Sustainable City. Smart City secara garis besar didefinisikan sebagai pengaturan atau tata kelola perkotaan yang menerapkan teknologi untuk meningkatkan manfaat dan mengurangi dampak negatif urbanisasi yang mungkin ditimbulkan. Implementasi Smart City diperlukan untuk mengatasi berbagai persoalan, seperti kemacetan, penumpukan sampah, penurunan kualitas air dan udara, hingga peningkatan angka kriminalitas.