PURWAKARTA-Para buruh di Kabupaten Purwakarta kembali turun ke jalan menyuarakan kenaikan upah sebesar 10 persen kepada pemerintah daerah setempat, Senin (23/11).
Para buruh mendesak Bupati Purwakarta Anne Ratna Mustika melakukan tindakan untuk kenaikan upah.
Koordinator Presidium Aliansi Buruh Purwakarta Wahyu Hidayat mengatakan, hasil audensi beberapa waktu lalu para pengusaha sepakat upah para buruh naik. Akan tetapi di peraturan pemerintah nomor 36 ada aturan yang menjadi program strategis nasional yang menyebutkan bahwa atas batas bawah dan batas atas Rp3.700. 000 dan UMK Purwakarta sebesar Rp4.100. 000. “Ada lebih sekitar Rp400.000, otomatis tidak naik dan menggunakan tahun kemarin. Itu pun tidak tahu aplikasi di lapangan seperti apa karena banyak juga upah di bawah UMK yang tidak ada tindakan dan juga pengawasan,” ujar Wahyu di temui usai audensi bersama Pemkab Purwakarta di pendopo.
Baca Juga:Pemberdayaan UMKM BRI, Bantu Pengusaha Kripik Suryaningsih Tuai BerkahKredit UMKM Terus Tumbuh, BRI Andalkan Ultra Mikro Sebagai Sumber Pertumbuhan Baru
Dirinya menyebutkan, secara sistematis para buruh akan dimiskinkan, oleh karena itu pihaknya memohon Bupati Purwakarta untuk memperjuangkan agar ada tindakan untuk kenaikan upah yang selama ini disuarakan oleh para buruh. “Kenaikan upahnya bisa 5 persen atau 10 persen sesuai yang kami minta,” kata Wahyu.
Adapun nanti jika ditolak oleh Gubernur Jawa Barat, sambungnya, hal itu adalah urusan para buruh yang akan tetap memperjuangkan kenaikan upah ini. “Kita pengin tahu keberpihakan bupati. Para buruh akan kembali turun ke jalan jika tidak direalisasikan,” ucap dia.
Sementara itu, Asisten Daerah (Asda) III, Saepudin menyebut bupati mendukung terkait kenaikan upah para buruh. Akan tetapi bukan bupati yang menaikkan, melainkan para pengusaha yang juga sepakat soal kenaikan upah ini. “Tapi ada peraturan pemerintah nomor 36, bupati kalau menaikkan upah akan kena sanksi administratif, sanksi terberatnya adalah dinonaktifkan, karena di sana disebutkan bahwa ada strategis nasional,” ujar dia.
Yang disebut strategis nasional, lanjut dia, tidak diperbolehkan pemerintah daerah bertentangan dengan kebijakan pemerintah pusat. “Kalau ingin ada kenaikan tinggal membuat kesepakatan para buruh dengan para pengusaha. Misalkan UMK tidak naik tapi di masing-masing perusahaan naik, itu bisa,” kata Saepudin.(add/sep)