KARAWANG-Setelah bangunan liar (Bangli) di Jalan Interchange Karawang Barat dibersihkan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Karawang meminta eksekutif untuk membersihkan juga bangli yang ada di sepanjang jalan keluar Tol Karawang Timur. Pasalnya, selain infrastruktur jalan yang rusak dan menjadi penyebab kemacetan, akses jalan menuju gerbang Tol Karawang Timur juga terlihat kumuh dan tidak tertata.
Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Endang Sodikin meminta pemerintah daerah tidak hanya berkonsentrasi terhadap jalan di interchange Karawang Barat saja. Tetapi juga di gerbang tol Karawang Timur dan Kalihurip di Cikampek. Saat ini, akses gerbang Tol Karawang Timur yang dekat dengan wilayah perkotaan terkesan sangat kumuh dan belum ada perhatian. “Selain jalan yang rusak dan banyak berlubang, di sepanjang jalan itu juga terlihat banyak bangunan atau lapak liar yang tidak tertata dengan baik,” ujarnya.
Dikatakan Endang Sodikin, Komisi III mendorong pemerintah daerah agar pembangunan tidak hanya berkonsentrasi di Karawang Barat. Di sepanjang jalan menuju pintu tol, baik Karawang Barat dan Karawang Timur seharusnya dibangun dan ditata secara persuasif dan juga berkelanjutan. “Banyaknya bangunan liar ini karena selama ini terlalu kendor dan dibebaskan sehingga jadi banyak dijadikan tempat pasir, tambal ban dan pedagang,” katanya.
Baca Juga:Dilarang Berhenti Sembarangan di Jalan TolMulai Langka, Minyak Goreng di Pasar Tradisional Lembang Dijual Rp 20.000 per Liter
Kedepannya, lanjut dia, akan dibuatkan Raperda jenis bangunan yang berbasis budaya, sebagai icon Karawang. Sehingga ketika keluar dari tol itu ada perwajahan Karawang yang tertata dan memiliki icon tersendiri. “Yang terpenting harus berkelanjutan. Tidak hanya ditertibkan. Setelah penertiban ditindaklanjuti dan ditata pembangunannya,” tambahnya.
Sementara itu, Sitohang, salah satu pemilik tempat tambal ban di sekitaran jalan arah Tol Karawang Timur ini mengaku, sudah mendirikan tempat usaha di lahan milik jasa marga tersebut sejak puluhan tahun lalu. Awalnya ia memiliki tempat dekat dengan gerbang tol, namun pada tahun 2014 lalu sempat ditertibkan oleh pemerintah daerah. “Dulu juga pernah digusur, geser ke sebelah sini karena melihat banyak yang buka dan tidak kena gusuran,” ujarnya.
Dia juga mengakui jika lahan tersebut seharusnya tidak dimanfaatkan untuk membuka tempat tambal ban. Namun karena tidak ada teguran dari pihak terkait sehingga ia terus berusaha di sana. Dari hasil usahanya itu, dalam sehari ia mendapatkan uang 100 sampai 200 ribu. “Ya, kalau memang mau digusur ya kita gak bakal ngotot, karena memang ini bukan lahan kita dan tidak sewa. Denger-denger mau digusur lagi tapi belum juga,” katanya.