NASIONAL – Sudah mencapai 21 ribu lebih orang sudah menandatangani petisi menolak pemindahan Ibu Kota Negara (IKN).
Inisiator dan penyelenggara petisi Achmad Nur Hidayat menyatakan, bahwa antusiasme penandatangan petisi pada Selasa (8/2) mencapai 18,137 terhitung dalam kurun waktu selama empat hari semenjak Jum’at.
Petisi berjudul “Pak Presiden, 2022-2024 bukan waktunya memindahkan ibu kota negara” itu diinisiasi oleh 45 tokoh menggalang, diorganisasikan oleh Narasi Institute serta digalang melalui situs change.org.
Baca Juga:Ridwan Kamil Beberkan 5 Strategi Pemprov Jabar Sukses Tanggulangi Covid 19Hasil Survei Indonesian Politics Research dan Consulting: Masyarakat Jabar Puas dengan Kinerja Pemprov Tangani Covid-19
Petisi itu ditujukan untuk Presiden Jokowi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada petisi itu, para inisiator tolak IKN pindah mengajak seluruh warga Indonesia untuk mendukung mereka, meminta agar Presiden Jokowi menghentikan rencana pemindahan dan pembangunan IKN dengan sejumlah alasan.
Prof Didin S Damanhuri sebagai salah satu inisiator memaparkan, antusias publik dalam petisi IKN menandakan bahwa proses pembuatan UU IKN kemarin cacat aspirasi publik.
“Tingginya angka penandatangan petisi IKN menunjukan publik merasa tidak dilibatkan dalam pemindahan dan pembangunan IKN, ada cacat aspirasi di sana,” terang Didin dalam keterangan yang diterima JPNN, Rabu (9/2) via Jpnn.
Selain itu, menurut petisi tersebut, memindahkan IKN di tengah situasi pandemi Covid-19 bukanlah hal yang tepat.
Terlebih lagi, kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi, sehingga tidak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan IKN.
Apalagi, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN.
Baca Juga:Bikin Prestasi Jadi Menurun, Gadget Ganggu Kesehatan Mata SiswaWakil Bupati Karawang Optimis Raih WTP Kembali untuk ke Tujuh Kalinya
Pembangunan Ibu Kota Negara di saat seperti ini harusnya dipertimbangkan dengan baik, saat ini Indonesia mempunyai utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas tiga persen dan pendapatan negara yang turun.
“Sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara,” tulis petisi tersebut. (Jni)