PURWAKARTA-Konsulat Cabang (KC) Federasi Serikat Pekerja Metal Seluruh Indonesia (FSPMI) Kabupaten Purwakarta, dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Ketenagakerjaan yang dinilai pro terhadap Omnibuslaw.
Juru Bicara KC FSPMI Kabupaten Purwakarta Wahyu Hidayat menyebutkan, sebagai bentuk penolakan pihaknya bersama serikat pekerja lainnya maupun Partai Buruh Kabupaten Purwakarta bakal menggelar aksi pada Kamis, 19 Mei 2022.
“Sekiranya draft Raperda Pro-Omnibuslaw versi Pemerintah Daerah ini tetap menjadi acuan, dipastikan ada perlawanan dan aksi penolakan dari serikat pekerja maupun Partai Buruh. Dan itu sebagai aksi pembuka saja,” kata Wahyu kepada wartawan, Rabu (18/5).
Baca Juga:Wujudkan Kabupaten Subang Layak Anak, Berikut Strategi Pemkab SubangDPRD Undang Dinas Bahas Pemekaran Pantura
Dijelaskan Wahyu, pada Jumat,13 Mei 2022 KC FSPMI Kabupaten Purwakarta menerima Surat dari Disnaker No. KK. 02.01/1359/HIS/2022 tertanggal 13 Mei 2022 bersifat segera. Isinya meminta dua orang wakil dari FSPMI untuk hadir dalam pembahasan Raperda Penyelenggaraan Ketenagakerjaan serta untuk mendapatkan tambahan informasi penyusunan Naskah Akademik pada Selasa, (17/5).
“Awalnya, kami menyambut gembira lantaran kami pikir harapan untuk masyarakat Purwakarta menjadi tuan rumah di daerahnya sendiri dengan terserap lebih banyak di perusahaan-perusahaan yang ada serta kesejahteraan yang lebih baik akan segera diakomodir dan diperjuangkan oleh para pemangku kebijakan,” ujannya.
Namun, sambungnya, pada Senin 16 Mei 2022 beredar draft Raperda versi Pemerintah Daerah yang setelah dibaca justru rasa percaya diri yang begitu besar bahwa Omnibuslaw UU 11/2020 Cipta Kerja segera berlaku secara tidak inkonstitusional bersyarat lagi.
“Terbukti dari dasar hukum maupun substansi Raperda adalah copy paste Omnibuslaw. Ditambah penguatan pemagangan yang bagi kami hanyalah kamuflase ‘topeng’ upah murah. Sehingga apabila Raperda ini berlanjut sampai disahkan, akan menambah kesengsaraan bagi buruh Purwakarta,” ucapnya.
Mendapati hal tersebut, lanjut dia, berdasarkan hasil diskusi, maka FSPMI menyatakan tidak akan menghadiri undangan karena khawatir dapat menjadi dasar legalisasi penyusunan naskah akademik Raperda yang substansinya jelas ditolak. “Tak hanya itu, sebagai keseriusan sikap penolakan maka kami melayangkan surat aksi ke Disnaker dan meminta agar pembahasan Raperda menggunakan draft pro-Omnibuslaw tersebut dihentikan,” katanya tegas.
Lebih lanjut Wahyu menjelaskan, Mahkamah Konstitusi dalam amar putusannya terkait UU 11/2020 Cipta Kerja dalam butir ke-7 jelas menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Serta, tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Pada poin 3.11 dasar pertimbangan amar putusan, UU 11/2020 telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat, tidak relevan dan kehilangan objek.