Davos – Indonesia merupakan episentrum bagi energi baru dan terbarukan serta memiliki potensi industri hijau masa depan. Untuk itu, Pemerintah senantiasa mendorong kolaborasi antar berbagai pemangku kepentingan, termasuk negara, organisasi internasional, bank pembangunan multilateral, dan individu dalam transisi energi.
Sebagai penghasil nikel, logam tanah jarang, CPO dan komoditas lainnya, Indonesia merupakan salah satu tempat yang cocok untuk berinvestasi di industri kendaraan listrik, industri militer, komponen energi baru dan terbarukan, industri elektronik, dan industri ekosistem hijau lainnya.
Dalam pertemuan dengan Executive Director International Energy Agency Dr. Fatih Birol di Davos, Swiss, Selasa (24/05), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Indonesia menempatkan transisi energi sebagai salah satu fokus utama di G20 dengan pilar aksesibilitas, teknologi, dan pembiayaan energi. Hal ini juga membuka peluang kolaborasi dengan International Energy Agency, terutama dalam menghadirkan solusi mitigasi kerentanan pasar energi yang saat ini sedang terjadi.
Baca Juga:Puncak HPN 2022 PWI Subang Bagi-bagi PialaMenko Airlangga Ungkap Pentingnya Gagasan Perkembangan dan Percepatan Digitalisasi Bagi Kemajuan Negara Berkembang
“Indonesia akan merealisasikan kontribusi energi terbarukan sebesar 23% pada 2025. Ada beberapa sumber energi baru dan terbarukan (EBT) yang potensial seperti matahari, air, angin, panas bumi, dan laut. Semua potensi menyumbang 442 GW. Tantangannya adalah keterbatasan jaringan, teknologi, dan pembiayaan, sehingga pembiayaan dan transfer teknologi pada transisi energi menjadi penting,” ujar Menko Airlangga.
Lebih lanjut, Indonesia memandang transisi energi tidak hanya untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik dan respon terhadap perubahan iklim, tetapi juga untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kapasitas masyarakat. Yang perlu ditekankan adalah pentingnya keadilan sosial untuk menciptakan transisi energi yang adil dan terjangkau.
Setiap negara memiliki kemampuan yang berbeda atau common but differentiated responsibilities. Khusus untuk Indonesia, mekanisme keuangan sangat penting dalam proses phase down batu bara dimana Indonesia berkomitmen merealisasikan target ini pada 2060 atau lebih cepat.
“Mobilisasi sumber daya, termasuk sumber daya keuangan dan peningkatan kapasitas, terutama dalam penelitian dan pengembangan, sistem perdagangan emisi, dan subsidi energi terbarukan sangat esensial untuk tujuan ini,” lanjut Menko Airlangga.
Selanjutnya Dr. Fatih Birol mengingatkan dua kondisi penting yang ada saat ini yaitu terjadinya krisis energi dan adanya ancaman perubahan iklim. Executive Director Fatih juga mengapresiasi agenda G20 Energy Transition Working Group (ETWG) yang berorientasi praktis dan dapat mengakomodasi kepentingan semua negara, sehingga menghasilkan gagasan transisi energi yang dapat disetujui pada tingkatan global.