PASUNDANEKSPRES – Memasuki 16-23 Juli Badan Mateorologi, Klimatologi dan Geosfisika (BMKG) memperkirakan curah hujan dengan intensitas ringan hingga lebat masih berpotensi menguyur beberapa wilayah di Inonesia.
BMKG mengatakan hal tersebut disebabkan masih aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan. Salah satu faktornya, yaitu fenomena La Nina yang pada bulan Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah.
“Kondisi tersebut masih turut berpengaruh terhadap penyediaan uap air secara umum di atmosfer Indonesia,” ungkap Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto, dalam keterangannya, Sabtu (16/7).
Baca Juga:Pada Forum High Level Seminar G20, Menko Airlangga Jelaskan Tiga Upaya Menguatkan Ketahanan Pangan Sebuah Negara  Leaders Insight FEKDI 2022: Menko Airlangga Jelaskan Masyarakat Siap Digital Menuju Visi Indonesia 2045
Faktor lainnya, yaitu fenomena Dipole Mode di wilayah Samudra Hindia saat ini juga menunjukkan indeks yang cukup berpengaruh dalam memicu peningkatan curah hujan terutama di wilayah Indonesia bagian barat.
Sementara itu, Guswanto mengatakan, dalam skala regional, terdapat beberapa fenomena gelombang atmosfer yang aktif meningkatkan aktivitas konvektif dan pembentukan awan hujan, yaitu; MJO (Madden Jullian Oscillation), gelombang Kelvin, dan gelombang Rossby yang terjadi pada periode yang sama.
“Adanya pola belokan angin dan daerah pertemuan serta perlambatan kecepatan angin (konvergensi) di sekitar Sumatera bagian selatan dan di Jawa bagian barat juga mampu meningkatkan potensi pembentukan awan hujan di wilayah tersebut didukung dengan anomali suhu muka laut positif yang dapat meningkatkan potensi uap air di atmosfer,” ujarnya.
Guswanto menuturkan, meskipun saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, namun, karena adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut memicu terjadinya dinamika cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. (Idr)