Baru setelah dilakukan bedol desa, Bharada E mencoba keluar dari labirin. Ia mengaku belum pernah menembak orang sebelum itu. Ia tidak membunuh Brigadir J.
Perubahan begitu cepat.
Ketika Irjen Pol Sambo sudah dinyatakan sebagai tersangka, Bharada E mencoba keluar lebih jauh lagi dari labirin: ia pergi ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Di LPSK, pengacaranya memang mengaku E telah menembak J. Tapi sebatas hanya untuk melumpuhkan J. Tidak membunuhnya. Itu pun karena disuruh. Ditekan. Dipaksa.
Bharada E memenuhi apa yang disyaratkan untuk bisa menjadi pasien LPSK: harus mau menjadi justice collaborator. Harus bisa menjadi penegak kebenaran.
Baca Juga:Atalia Apresiasi Platform Digital Home Clinic Beri Kemudahan Pelayanan Kesehatan pada MasyarakatTinjau Pembangunan Underpass Dewi Sartika Depok, Ridwan Kamil: In Sha Allah Akhir Tahun Selesai
Ia sudah menyatakan bersedia. Berarti Bharada E akan menjelaskan secara rinci. Apa saja yang terjadi di rumah itu sore itu. Baik setelah Brigadir J tersungkur maupun sebelumnya.
Berarti akan terungkap siapa yang sebenarnya meledakkan DOR, DOR, DOR ke belakang kepala Brigadir J. Sampai tewas. Siapa pula yang menghajar J sebelum dilumpuhkan. Apakah J sempat melawan hingga harus dilumpuhkan.
Pengakuan E sebagai justice collaborator tentu akan dibandingkan dengan kesaksian banyak orang di rumah itu.
Pintu labirin hampir dekat. Penegakan kebenaran kelihatannya bisa diupayakan di Duren Tiga. Tapi begitu banyak polisi yang kini terjebak di dalam labirin. Semua ingin keluar dari labirin. Desak-mendesak. Di lorong kecil. Di pintu gelap.
Bisa-bisa labirin itu sendiri yang meledak: saking kuatnya desak-desakan di dalamnya.(Dahlan Iskan)