“Di sana saya jadi anak nakal,” katanya lantas tertawa. Ia begitu sering membolos sekolah. Sampai dikeluarkan dari SMA.
Ia
memang selalu berangkat dari rumah mengenakan seragam sekolah. Tapi sering turun dari bus di halte sebelumnya. Untuk pindah bus jurusan mal.
Andrew tidak mau lama-lama di halte bus. Takut ditangkap polisi. Pada jam sekolah kok masih berkeliaran. Maka ia sering menyeberang jalan dulu. Mondar-mandir di pinggir jalan, menghabiskan waktu.
Baca Juga:Gubernur Ridwan Kamil: Ramaikan Situ Ciburuy dengan Kegiatan PositifCara Melestarikan Batik bagi Pemerintah Jawa Barat, Begini Upayanya
Suatu hari Andrew dipanggil seorang pemilik rumah di dekat jalan itu. “Sini, masuk, main-main di rumah sini,” ujar sang bapak. Tidak ada nada marah. Tidak terlihat menegur. Tidak pula mencela apa pun. Andrew merasa nyaman.
Andrew masih SMA berumur 15 tahun saat itu.
Tuan rumah juga punya anak sebaya. Lalu berteman. Menjadi satu SMA. Rumah itulah yang mengubah Andrew.
Pemiliknya orang dari Sulawesi Selatan. Orang Bugis. Banyak remaja lain juga suka main di rumah itu. Dari berbagai bangsa.
Hanya Andrew yang Tionghoa –tapi ia sama sekali tidak merasa dibedakan. Bahkan ketika tiba waktunya salat banyak yang berhenti main. Untuk salat. Tanpa ada yang berusaha mengajak Andrew salat. Mereka tahu Andrew bukan Islam. Juga beberapa teman lainnya. Setelah selesai salat semua bergabung lagi. Pesta-pesta lagi.
Setahun kemudian, di umur 16 tahun, Andrew memberi tahu temannya: ingin menjadi mualaf. Ia pun mengucapkan kalimat syahadat di satu masjid di Perth.
Ayahnya diberi tahu. Tidak mempersoalkan. “Beberapa tahun kemudian saya ditelepon papa. Papa juga jadi mualaf,” ujar Andrew. “Kapan, pa?” tanya Andrew. “Jumat kemarin,” jawab sang papa.
Andrew Lim pun tamat SMA. Dengan baik. Lalu kuliah. Ambil accounting. Ia masuk komunitas Muslim. Maka ia tahu pada suatu hari ada acara ”wanita Australia, kulit putih, mahasiswi, jadi mualaf”. Andrew hadir di acara itu. Ia kenal wanita itu.
Baca Juga:Rumah Belajar Batik Tasikmalaya Diresmikan, Potensi Ekonomi Kreatif di Jabar SelatanCatatan Harian Dahlan Iskan: Lagu Sambo
“Seminggu kemudian dia mengajak saya menikah,” ujar Andrew. Jadilah Andrew beristri wanita Australia. Mereka lantas sepakat mendalami Islam. Di Malaysia. Selama 1,5 tahun.
Kini Andrew Lim tinggal di Arab Saudi. Di Jeddah. Ia menjadi eksekutif di Islamic Development Bank (IDB). Sudah hampir 10 tahun di sana.