PANGGIL dia Rani. Kalau memanggilnyi dengan nama lengkapnyi bisa jadi Anda ragu: laki atau perempuan. “Betul. Banyak yang memanggil saya mas atau pak,” ujar Syahrani Dwi Lukmana. Apalagi kakak angkatannyi ada yang bernama Syahrani –laki-laki.
Rani menjadi mahasiswi Disway hari ini.
“Saya begitu bangga pada Rani. Cepat menguasai kultur jaringan,” ujar Pranowo Singgihsanjoyo.
Saya menghubungi Pranowo kemarin pagi. Saya pun merasa bersalah. Terutama ketika saya tahu ia sedang di mana: Namibia. Itu masih pukul 01.30 di pedalaman Namibia.
Baca Juga:Dodol dan Kopi Jawa Barat Yang Tersaji dalam Mayors Retreat Urban 20, Begini Respon Delegasi SpanyolDinkes Jabar Lakukan Ini Untuk Kejar Target 95 Persen Imunisasi Tambahan Campak-Rubela
Pranowo, dosen Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, itu lagi sebulan di Ogongo. Yakni di Universitas Namibia yang khusus bidang pertanian. Kampusnya seluas 4.300 hektare. Letaknya di dekat perbatasan dengan Anggola. Selisih waktunya lima jam.
“Nggak perlu minta maaf, Pak. Saya memang sudah bangun,” katanya. Kok sepagi itu?
“Saya siap-siap memonitor penampilan Rani. Sebentar lagi,” tambahnya.
Dua jam setelah itu Rani memang akan tampil sebagai salah satu pembicara di zoominar pertanian. Dia membawakan topik pembenihan porang lewat kultur jaringan.
“Dia mahasiswi saya,” ujar Pranowo. “Masih semester 7,” tambahnya.
Pembicara lainnya adalah Prof Dr Edi Santoso dari Institut Pertanian Bogor dan Aditya Demi Al Ersyad Fadli, pengusaha benih terkemuka asal Ngawi. Dr Ir Suwardi, dirjen Tanaman Pangan juga memberi paparan.
“Saya bangga ada milenial mau terjun ke pertanian,” ujar Pranowo tentang Rani.
Saya jadi tertarik mengikuti seminar itu. Saya juga ingin tahu kebijakan baru soal porang. Saya pun menelepon Rani –sebelum saya tahu dia itu perempuan.
Ternyata dia asli Makassar. Kuliahnyi saja di Politeknik Pembangunan Pertanian Yogyakarya di Magelang. Program D4. Jurusan teknologi benih.
Baca Juga:Catatan Harian Dahlan Iskan: Lima SekawanCatatan Harian Dahlan Iskan: Empat Sekawan
Sebenarnya Rani ingin mengikuti jejak ayahnyi: di dunia perhotelan. Sang ibu melarang. “Kamu kan wanita. Berjilbab pula. Tidak cocok,” kata sang ibu rumah tangga, seperti ditirukan Rani.
Kebetulan keluarga ini punya famili di Magelang. “Sebenarnya saya tidak ingin merantau. Tapi saya juga ingin menyenangkan orang tua. Saya pun ke Magelang,” ujar gadis Bugis ini.
Maka begitu lulus SMAN 3 Makassar Rani ikut tes.