Ia sudah diterima di jurusan elektronika ITS. Ia sudah jalani kuliah di situ selama satu semester. Ia berhenti. Ia pilih jadi atlet.
Ia contoh pribadi yang fokus. Hari ini ia akan tampil di Kejuaraan Nasional Wushu, memperebutkan Piala Presiden. Di Surabaya. Di Graha Unesa yang megah itu.
Namanya: Ahmad An’im Zaidan Abu Zaki.
Kecintaannya pada wushu membuat hatinya terbelah: pilih elektro atau pilih wushu. “Saya takut dua-duanya gagal. Kuliah gagal, wushu gagal,” katanya kemarin. “Saya pilih wushu,” tambahnya.
Baca Juga:Ribuan Buruh di Purwakarta Tuntut Kenaikan Upah hingga Tolak OmnibuslawPraktik Otomotif SMK Taruna Sakti Purwakarta Terdampak Kenaikan BBM
Tapi Zaidan tetap kuliah. Ia cari jurusan yang bisa memberi peluang untuk tetap disiplin latihan wushu. Tiap hari. Kecuali Minggu. “Kini saya ambil jurusan komunikasi di UPN Surabaya,” katanya.
Zaidan tidak sendiri. Ia ajak adik perempuannya latihan wushu. Sang adik juara dunia junior untuk kategori tangan kosong. Tahun lalu. Penyelenggaranya organisasi wushu dunia: secara online.
Nama Sang adik: Utiqo Romadlona Ummi Auna. Umur 14 tahun. Sekolahnyi di SMP NU Khadijah, Wonokromo, Surabaya. Utiqo istimewa: hafal Quran. Khafidzah.
Sang adik akan mewakili tim wushu Jawa Timur.
Sang kakak akan mewakili tim wushu Jawa Barat.
Di Jatim Zaidan merasa sulit naik kelas. Di atasnya banyak sekali atlet wushu hebat-hebat. Jatim juara umum dua kali berturut-turut. Kali ini mengirim atlet terbanyak lagi: 107 atlet untuk Kejurnas dan 119 atlet untuk Jatim Open. Itu kontingen terbesar kejurnas yang diikuti 21 provinsi. Pengprov Wushu Jatim memang kuat segala-galanya: ketua umumnya Sudomo Mergonoto, pemilik kopi Kapal Api.
Tapi atlet muda seperti Zaidan ingin sistem yang lebih terbuka. “Harusnya ada sistem promosi dan degradasi,” ujarnya. “Kalau tidak, kapan kami yang junior bisa promosi ke jenjang yang lebih tinggi,” tambahnya.
Itulah sebabnya ia ”lari” ke Jabar. Ia pun ber-KTP Bogor.
Zaidan hidup satu rumah dengan adik. Ia juga punya kakak yang masih kuliah di statistik bisnis di ITS. Ayah mereka pemilik toko kelontong plastik di sebuah ruko di Pasar Kembang Surabaya. Ia meninggal beberapa tahun lalu.