Catatan Harian Dahlan Iskan: Khusnol Boimah

Catatan Harian Dahlan Iskan: Khusnol Boimah (Foto via Disway.id)
Catatan Harian Dahlan Iskan: Khusnol Boimah (Foto via Disway.id)
0 Komentar

Khusnul pun pulang paksa. Kembali ke Bali. Semua itu keterangan versi Khusnul.

Sekembali dari Taiwan dia bekerja di sebuah hotel kecil. Di bagian penerima tamu. Lalu kawin dengan pemuda asal Sidoarjo yang dia kenal di Bali. Sang suami punya usaha sablon. Mereka pun dikaruniai dua anak. Laki-laki semua.

Malam itu di rumahnyi kedatangan tamu. Suami istri. Teman baik. Mereka asal Banyuwangi. Ketika sesama suami ngobrol, Khusnul mengajak istri tamu untuk membeli nasi. Tidak jauh. Jalan kaki saja. Mereka menyusuri gang menuju jalan raya. Jaraknya hanya sekitar 300 meter.

Baca Juga:Link Nonton Streaming Download FILM Indonesia Gratis! Tinggal KlikFilm Drama Sakura School Simulator HAMIL! Cek Link Ini

Di muara gang itu, biasanya ada penjual nasi Jinggo. Di kaki lima. Di pinggir jalan raya. Di depan kafe ternama. Jinggo itu dijaja di atas keranjang yang ditaruh di boncengan kereta angin. Itulah nasi bungkus khas Bali yang terkenal.

Jalan raya itu ramai sekali. Dua cafe di dekat Jinggo sudah mulai penuh pengunjung. Sudah pukul 21.00 lebih. Banyak pengunjung bule di situ. Jalan raya macet. Lalu-lintas tertahan oleh sebuah mobil yang berhenti di tengah jalan, persis di depan penjual Jinggo.

Khusnul pun mendekat ke sepeda nasi Jinggo. Dia memesan enam bungkus. “Tunggu sebentar ya, saya mau bantu dorong mobil mogok itu dulu,” ujar penjual nasi.

Khusnul melihat beberapa orang juga menuju mobil mogok itu. Mereka akan mendorongnya rame-rame. Tapi Khusnul melihat sopir mobil itu baru saja turun. Lalu bergegas naik di boncengan sebuah sepeda motor. Kabur.

Saat mereka mulai mendorong mobil itulah, mobil meledak. Dahsyat. Khusnul terpental jatuh. Terkapar. Penuh luka dan darah. Wajahnyi menghitam. Pun tubuhnyi. Seperti terbakar. Bisa dibayangkan bagaimana nasib mereka yang mendorong mobil.

Setelah siuman, Khusnul melihat semuanya gelap. Ia terduduk di situ. Di trotoar. Tidak bisa jalan. Dia lihat ada bule mendekat ke arahnyi. Dia sepak kaki bule itu dengan kaki kanan yang masih bisa digerakkan. Yang kiri terluka berat. “Help me,” katanyi pada bule itu.

Si bule, kata Khusnul, menyalakan korek api. Ia pun bisa melihat Khusnul. Seperti orang terbakar. Ia angkat Khusnul. Ia panggul menuju simpang empat.

0 Komentar