KESEIMBANGAN ALAM DAN KECERDASAN LOKAL

KECERDASAN LOKAL
KECERDASAN LOKAL
0 Komentar

Dampak dari munculnya pergeseran dari nilai guna menuju citra tentunya mempunyai dampak terhadap lingkungan karena dengan bergesernya nilai guna manusia cenderung konsumtif dan sulit untuk mengerem keinginan untuk membeli sebuah komoditi yang padahal komoditi tersebut tidak mempunyai daya guna terhadap dirinya. mungkin ada sedikit guna namun hanya terhadap citra dirinya. Hal tersebut hanyalah kehampaan makna yang dibuat oleh sebuah media untuk membutakan manusia menjadi zombi – zombie pencari citra, tidak terbayangkan jika citra seorang pembakar hutan menjadi tren, mungkin orang – orang yang mempunyai paham komurisme akan berbondong membeli bahan – bahan yang mudah terbakar dan membakar pohon agar terlihat keren dan menaikan citra dirinya.

Dengan adanya paham konsumerisme tentu distribusi komiditi mempunyai daya dorong yang cukup bagus, karena bisa saling menguntungkan satu sama lain, yang mana disatu sisi ada produksi dan di satu sisi yang lain ada yang siap untuk membeli, namun apakah bumi bisa tahan dengan realitas seperti ini, apakah bumi bisa tetap mensuplai sumber daya alam. Mungkin untuk menjawab itu ada seorang pendeta yang meramalkan tentang pertumbuhan manusia dan pertumbuhan pangan.

Teori Malthus

Pada tahun 1798 seorang pendeta asal inggris yang bernama Thomas Robert Malthus menulis sebuah essai yang berdujul “An Essay On the Principle Of Population As It Affects The Future Improvement Of Society”. Essai tersebut berisi tentang pemikiran pertumbuhan manusia dan pertumbuhan pangan. Menurut teori Malthus pertumbuhan manusia dapat dihitung dengan menggunakan deret hitung, sedangkan pertumbuhan pangan dapat dapat dihitung dengan menggunakan deret hitung (Hart, 1986). Deret ukur adalah hitungan seperti (1, 5, 10, 15, 20, 25, 30, ….. dan seterusnya) sedangkan deret hitung adalah hitungan seperti berikut (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, ……… dan seterusnya). Melihat teori Malthus diatas kita dapat berkesimpulan bahwa jumlah kuantitas manusia akan lebih banyak dibandingkan kuantitas pangan yang tersedia, hal ini bisa diargumentasikan bahwa tanah tidak bisa membuat dirinya bertambah luas, jika sudah 1 hektar ya 1 hektar, tidak bisa ditambah kembali untuk mengimbangi kuantitas pertumbuhan manusia. Artinya bahwa manusia suatu saat akan masuk kedalam rawa – rawa kemiskinan dan berada ditubir kelaparan. Dalam jangka panjang, tak ada kemajuan teknologi yang dapat mengalihkan keadaan itu, karena suplai pangan terbatas sedangkan pertumbuhan manusia tidak terbatas, dan bumi tidak akan mampu memprodusir pangan untuk menjaga eksistensi manusia.

0 Komentar