Peserta didik belajar sebuah fakta yang terdapat di sekitarnya. Peserta didik melihat profil kemiskinan dapat dilihat dari karakteristik ekonominya seperti sumber pendapatan, pola konsumsi/pengeluaran, tingkat beban tanggungan dan lain lain. Peserta didik masih menemukan di masyarakat sekitarnya, pekerja yang berpendapatan dibawah Upah Minimum Regional (UMR). Peserta didik memerhatikan profil kemiskinan dari karakteristik sosial-budaya dan karakteristik demografinya seperti komposisi umur, beban ketergantungan, tingkat pendidikan, cara memperoleh fasilitas kesehatan. Peserta didik dapat melihat sulitnya mencari fasilitas Kesehatan, fasilitas pendidikan, dan bahkan kesulitan-kesulitan yang lain.
Namun, di sekolah peserta didik disadarkan akan kekayaan alam Indonesia. Perusahaan pertambangan tersebar, tambang minyak, tambang gas, tambang batubara, tambang emas, dan sebagainya. Indonesia merupakan negara pemilik minyak, batu bara, gas alam, emas, nikel, tembaga dan berbagai komoditas lain yang diminati pasar internasional. Nilai cadangan terbukti dari minyak, gas, batubara, tembaga, emas, nikel, perak dan seterusnya dengan asumsi tidak ditemukan cadangan baru lagi. Kekayaan nilainya sekitar Rp 200 ribu triliun.
Kondisi fakta dan teori yang dipelajari di sekolah yang berbeda. Sebuah fakta yang dilihat oleh peserta didik bahwa lingkungan sekitarnya mengalami kemiskinan. Sementara secara teori peserta didik diajarkan bahwa negaranya merupkan negara yang kaya.
Kondisi yang oleh Prabowo dikatakan sebagai “Paradoks Indonesia”. Kondisi ini memberikan stimulus berpikir bagi peserta didik. Hal-hal yang dipikirkan peserta didik adalah jika negara kita benar kaya, mengapa sampai saat ini masih banyak rakyat Inondesia yang hidup miskin dan lapar? Mengapa mencari pekerjaan yang layak begitu susah?
Baca Juga:Pojokan 127 PostinganRemaja dan Dunia Maya,Sudahkan Menyadarinya?
Kondisi “Paradoks Indonesia” dapat menyebabkan peserta didik menjadi bingung, cemas, bahkan akan menjadi cuek, tidak peduli terhadap kondisi di sekitarnya. “Paradoks Indonesia” secara tidak langsung dapat menumbuhkan peserta didik yang korupsi karena kondisi bingung, cemas, cuek, tidak peduli, dan akhirnya dapat menciptakan insan-insan koruptor. Peserta didik merasa bahwa dunia sekitar merupakan “dunia tipu-tipu”.
Berdasarkan hal tersebut maka pendidikan anti korupsi harus diinsertkan dalam setiap matapelajaran pada jenjang apapun, khususnya yang mengguna metode pembelajaran problem bases learning. Dalam problem bases learning, peserta didik diajak untuk melakukan Langkah-langkah yaitu orientasi terhadap masalah dan kondisi kekayaan Indonesia, mengidentifikasi masalah dan potensi Indonesia, mengumpulkan data tentang potensi sumber daya alam Indonesia dalam menemukan alternatif hasil penyelesaian masalah, menentukan penyelesaian masalah tentang sumber daya alam Indonesia, menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah sumber daya alam Indonesia. Proses pembelajaran ini, peserta didik dapat berpikir kritis, kreatif, dan inovatif. Peserta didik menyadari posisinya diantara masyarakat, menyadari posisi Indonesia di tengah negara dunia. Selanjutnya kesadaran akan refleksi diri, dunia sekitar, akan membangun semangat berjuang bagi bangsa dan negara Indonesia.