Catatan Harian Dahlan Iskan: Omnibus Lagi

Catatan Harian Dahlan Iskan: Omnibus Lagi
Catatan Harian Dahlan Iskan: Omnibus Lagi
0 Komentar

Diuraikan juga bagaimana Australia menangani kesehatan rakyatnya. Juga Jerman. Dan Amerika Serikat.

Ini memang kajian akademis. Makanya data di situ lengkap: termasuk data sakit menular yang kian tahun kian turun. Tapi Penyakit Tidak Menular (PTM) terus saja naik: stroke, jantung, gula darah dan ginjal. Biaya yang dikeluarkan untuk PTM ini saja mencapai Rp 20,4 triliun/tahun. Empat penyakit itu saja menghabiskan 25 persen seluruh biaya kesehatan.

Rupanya dari kajian inilah pemerintah membangun rumah sakit vertikal di beberapa kota. RS milik Pusat itu rupanya akan dipakai untuk mentransformasikan sistem rujukan. Terutama terkait 4 PTM tadi. Sekaligus untuk mengurangi hilangnya dana sekitar Rp 150 triliun/tahun yang terbang ke luar negeri. Menurut kajian itu orang kaya yang merujukkan diri ke luar negeri mencapai 1 juta orang.

Lalu kenapa IDI bereaksi keras?

Baca Juga:Pemdakab Bogor Beri Penghargaan Kampung Ramah Lingkungan Tahun 2022Sisca Kohl Menikah, Begini Potret Pernikahannya dengan Jess No Limit

Memang ada pasal yang bersinggungan dengan IDI. Yakni soal kekuasaan perizinan dokter. Selama ini hanya IDI yang bisa memberikan rekomendasi agar seorang dokter mendapat izin praktik.

Kelihatannya ini akan diambil alih sepenuhnya oleh pemerintah. Level pemerintah pun bukan pusat. Cukup pemerintah kabupaten/kota. Berarti izin dokter nanti cukup di dinas kesehatan setempat.

Demikian juga STR (Surat Tanda Registrasi) tidak perlu diperpanjang setiap tahun. Sekali dokter mendaftar ke Konsil Kedokteran –bahwa dirinya sudah menjadi dokter– STR itu berlaku seumur hidup.

IDI menganggap STR seumur hidup itu akan membahayakan masyarakat. Selama ini dokter harus taat pada asas kedokteran. STR dokter nakal bisa tidak diperpanjang. Otomatis izin praktiknya pun tidak bisa diperpanjang.

Tapi kajian di RUU ini sudah membahas itu. Sebaliknya IDI juga menyertakan data. Tidak ada negara yang memberlakukan STR seumur hidup. Singapura lebih ketat dari Indonesia: 1 tahun. Banyak negara seperti Indonesia, 3 tahun.

Bahwa IDI selama ini dianggap memonopoli izin itu dimaksudkan untuk menjaga kualitas pengabdian dokter. Kalau tidak, siapa yang mengontrol kode etik dokter.

Rasanya perlu ada jalan tengah yang baik. IDI harus diberi jaminan bagaimana mekanisme kontrol terhadap kode etik.

0 Komentar