Oleh :
1.Ninuk Dyah Ekowati, M.Pd.(Guru di SMAK St. Hendrikus, Surabaya)
2.Drs.Priyono,MSi ( Dosen Senior pada Fakultas Geografi UMS )
Hari Guru baru diperingati dengan meriah pada tanggal 25 November. Penghargaan kepada guru yang diberikan berupa karangan bunga, kue membanjiri sekolah-sekolah. Variasi desain ucapan bertebaran di media massa; facebook, twitter, tik tok, wa, dsb. Sebuah penghargaan tinggi dan heboh yang diberikan dari khalayak ramai. Secara tidak langsung posisi guru yang pada mulanya dipandang sebelah mata menjadi sebuah status yang dikenal secara profesional. Guru menjadi profesi terhormat di kalangan masyarakat luas karena jasanya mencerdaskan bangsa meskipun tidak sepopuler tempo dulu.
Pemberian penghargaan ini dapat menjadi sebuah promosi posisi sebagai seorang guru. Penghormatan tersebut menjadi sebuah usaha agar generasi muda banyak yang menjadi guru sebagai sebuah cita-cita yang diidolakan. Guru dan tenaga kependidikan muda dapat lebih termotivasi dan meningkatkan profesionalisme yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu pendidikan nasional. Di tangan para muda yang idealism maka kegiatan pembelajaran dalam menerapkan merdeka belajar pada konteks pembelajaran berdiferensiasi dan berpusat pada peserta didik dapat diaktualisasikan dengan baik.
Baca Juga:Pencairan Kredit Cepat, Menabung lebih Mudah di PT Bank SubangRelokasi Pasar Rengasdengklok Ricuh, Pedagang Bentrok dengan Aparat
Profesi seorang guru merupakan sebuah pilihan hidup yang asketis. Hidup asketis adalah gambaran hidup yang penuh kesederhanaan, ketekunan, kejujuran dan kerelaan berkorban. Sikap asketis menjadi esensi dari keahlian seorang professional. Tindakan asketis bukan disebabkan karena gaji guru yang kecil, namun guru merupakan seorang tokoh yang harus diteladani oleh peserta didik. Sikap asketis seorang guru adalah sikap yang memberikan gambaran dirinya pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sikap asketis mendukung dalam peningkatan profesional guru.
Sikap asketis signifikan dengan Tut Wuri Handayani, memberikan keteladanan dalam setiap tutur kata, sikap, dan tindak tanduk. Pendidik dengan tugas mentransfer ilmu harus menggunakan hati sehingga bersifat totalitas. Filosofi ini didasari bahwa tugas suci seorang guru tidak semata mentransfer ilmu saja akan tetapi ilmu itu bisa dipahami oleh siswanya, oleh karenanya keterlibatan hati sangat diperlukan. Inilah filosofi mendidik bukan hanya mengajar.