Oleh:
1.Agus Prasmono, M.Pd. (Kepala Sekolah SMAN 1 Parang, Magetan,Jawa Timur)
2.Drs.Priyono,MSi ( Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta )
Tahun 2006 ketika Pemerintahan SBY mengangkat GTT menjadi PNS berdasar data base GTT sesuai dengan masa kerja yang dihabiskan sampai dengan GTT yang menjadi GTT sejak tahun 2006, banyak sorotan dialamatkan kepada kebijaksanaan tersebut bahwa kebijakasanaan itu banyak tendensi politis, dan menghasilkan guru yang kurang bagus kompetensinya karena tidak ada seleksi yang akuntabel, kredibel dan berbagai lebel negatif lain yang dialamatkan kepada kebijakan tersebut. Namun itulah yang terjadi sehingga pemerintah mengambil langkah untuk mengurangi sebesar mungkin akses yang ditimbulkan dari kebijaksanaan tersebut.
Unsur manusiawi sangat dominan menjadi pertimbangan dalam pengambilan kebijakan tersebut mengingat mereka yang mengabdi berpuluh tahun setelah melaksanakan tugas sebagai GTT akhirnya berhasil menjadi PNS sesuai dengan harapannya. Dan waktu yang akan menguji kualitas berikutnya artinya tuduhan jelek kualitasnya tidak serta merta bisa disimpulkan demikian, karena juga tidak sedikit yang akhirnya menjadi guru yang berprestasi bahkan menjadi pimpinan satuan pendidikan.
Baca Juga:Sekolah di Subang Sudah Terapkan Digitalisasi PendidikanGunung Sanggabuana Bakal Jadi Taman Nasional
Kebijakan kali ini yang hampir serupa yang dikenal dengan PPPK untuk mengangkat pegawai yang sudah bertahun-tahun mengabdi sebaga PTT/GTT, artinya langkah ini tidak jauh berbeda dengan pengangkatan pengangkatan Data Base GTT menjadi PNS kala itu. Bedanya kali ini bukan menjadi PNS penuh namun menjadi pegawai dengan perjanjian kerja (PPPK) dengan waktu yang terbatas serta yang bersangkutan tidak mendapat jaminan Pensiun yang bang banyak diharap banyak orang. UU No: 5 Tahun 2014 tentang ASN pasal 6 disebutkan bahwa ASN terdiri dari dua yaitu PND dan PPPK. Sehingga PPPK merupakan bagian integral dari ASN yang sah.
Penulis bependapat bahwa ada dua permasalahan yang timbul akibat pengangkatan PPPK yang baru saja berjalan beberapa waktu yang lalu. Pertama adalah efektifitas keberadaaannya dalam memenuhi kekurangan guru, mengingat data yang diambil untuk mengangkat PPPK adalah data sebelum ada perubahan kurikulum Merdeka yang akan berjalan sebagian besar tahun pelajaran baru 2022/2023 akan datang. Sementara ada beberapa perbedaan struktur program kurikulum merdeka yang akan berjalan dengan kurikulum KTSP/2013 yang sedang berjalan saat ini. Banyak dijumpai/diangkat guru tertentu yang dalam kurikulum baru tidak dibutuhkan dan sebaliknya ada guru yang tidak diangkat namun dibutuhkan keberadaaannya dalam kurikulum baru yang akan datang. Suatu contoh kecil, sebuah sekolah menengah atas tidak membutuhkan guru Kewirausahaan, namun dalam data kebutuhan berdasar laporan data base Pendidikan kurang tiga guru. Padahal sebenarnya guru Kwirausahaan selama ini lebih banyak dicukupi oleh Guru IPA dan Ekonomi untuk memenuhi kekurangan jam mengajarnya. Namun Dapodik membaca sekolah itu tidak ada guru Kewirausahaan, sehingga dalam penempatan guru PPPK mendapat tiga orang PPPK Kewirausahaan. Jelas kondisi semcam ini akan terjadi penumpukan guru Kewirausahaan di sebuah sekolah. Untuk itu tentunya Sekolah dan Dinas Pendidikan harus segera mengambil langkah untuk pendataan kebutuhan guru yang sesuai dengan Kurikulum yang akan berjalan biar kemanfaatan PPPK tidak mubadzir. Pendataan berdasarkan kurikulum baru sekaligus untuk segera didistribusikan sesuai dengan satuan Pendidikan mana yang kurang, maka akan lebih tinggi kemanfaatannya dengan adanya PPPK yang baru tersebut. Kalau ini dilakukan dengan cepat dan akurat, sehingga tidak ada lagi kelebihan Guru di pihak tertentu dan kekurangan guru di pihak lain.