Isu kecurangan adanya manipulasi data verfikasi faktual partai politik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu semakin mencuat seiring dengan banyaknya fakta dan terbaru yang bermunculan ke ruang publik dari tingkat pusat hingga daerah. Meskipun disisi lain, KPU Republik Indonesia juga membantah terkait dengan tuduhan ini. Namun, bantahan secara verbal saja tidaklah cukup, sebab publik membutuhkan kepastian dan informasi yang jelas atas isu kecurangan yang tidak bisa disepelekan. Jangan sampai ada calon peserta pemilu yang dirugikan, sisi lain juga ada calon peserta pemilu yang diuntungkan. Ini baru tahapan awal proses penetapan peserta pemilu 2024.
Kalau di awal saja sudah terdapat banyak polemik dan kecurangan, bagaimana di tahapan lainnya. Pasal 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum telah mengamanatkan bahwa KPU, Bawaslu dan DKPP harus menjalankan prinsip penyelenggaraan yang mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, akuntabel, proporsional, professional dan efisien. Harusnya hal tersebut bukan hanya sekedar teks yang hanya dibaca tetapi juga menjadi implementasi nyata. Atas kejadian tersebut, maka Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia mendorong beberapa hal sebagai berikut :
- Mendorong KPU RI melakukan transparansi dan akuntabilitas bukan hanya hasil tetapi juga proses yang berlangsung pada sub tahapan verifikasi faktual partai politik sehingga tidak ada kecurigaan publik terjadi adanya manipulasi data, tekanan dan intimidasi kepada peneyelenggara pemilu tingkat bawah, jika diperlukan KPU dapat melakukan audit sipol dan disampaikan hasilnya kepada publik agar seluruh proses tahapan pemilu yang sedang berlangsung sesuai dengan aturan perundang-undangan. Ketertutupana hanya akan berakibat pada ketidakpercayaan public pada penyelenggara dan mengancam integritas pemilu ;
- Terkait dengan adanya dugaan kecurangan yang terjadi di beberapa daerah karena adanya intervensi KPU RI kepada KPU Daerah saya kira ini membutuhkan penelusuran lebih lanjut. Bawaslu semestinya dapat melakukan penelusuran dan menjadikan informasi dari masyarakat sebagai informasi awal untuk ditindaklanjuti oleh Bawaslu apakah benar terjadi dugaan kecurangan, apakah terpenuhi syarat formil materilnya ini tentu membutuhkan kajian. Tidak bisa publik juga memberikan kesimpulan terlalu dini atas isu yang belum bisa dipastikan kebenarannya. Bawaslu mestinya juga dapat melakukan pencermatan terhadap proses verifikasi faktual termasuk juga perbaikan verfak karena tentu diyakini Bawaslu juga memiliki data yang utuh atas tahapan yang telah dilakukan. Hasil kajian Bawaslu dapat menjadi pembanding dengan data yang dimiliki KPU. Sekecil apapun hasil pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sampaikan kepada publik agar publik tidak saling curiga dan ini bisa membangun trust antara masyarakat dengan penyelenggara.