Pojokan 131, Gelisah
Ini bukan soal kondisi galau orang muda yang menanggung rindu tak tertahankan kepada kekasihnya. Bukan pula gelisah seorang pekerja yang menunggu omprengan yang tak kunjung datang, untuk berkelit dari telat waktu.
Gelisah hati itu menandakan, ada yang tak sesuai antara kehendak hati dengan apa yang di depan mata. Seperti derik rantai sepeda yang aus, mendambakan lembutnya oli.
Juga bukan galau soal siapa yang akan dijagokan partai untuk menjadi presiden. Atau galau menentukan pilihan barang di aplikasi belanja on line yang sesuai dengan kondisi kantong.
Baca Juga:17 Bot Stiker WA 2022, Lengkap LINK Membuat Stiker WA Gratis di Sini!Cara Mempromosikan Produk, Secara Lisan dan Online, Ampuh untuk Bisnis Tahun 2023, Klik Ini
Ini soal sederhana sebenarnya. Sesederhana ketika kita bangun tidur, langsung mencari lubang di kamar mandi. Dan menumpahkan apa yang terpendam sejak semalam. Setelah itu lega dan plong rasanya. Seperti terbebas dari beban.
Hal sederhana tapi membuat galau itu adalah sampah. Sejak manusia lahir hingga direnggut malaikat maut, tak pernah sekalipun manusia tak berurusan dengan sampah.
Mulai sampah fisik hingga residu kebebalan nalar dan nurani. Gelisah menyaksikan produksi sampah oleh diri dan orang lain. Menyaksikan perilaku tak bertanggungjawab dan tak memuliakan sampah.
Walau namanya sampah, dia berhak untuk dimuliakan dan dihormati. Layaknya jimat bertuah. Sebab dia adalah gambaran produsen sampah itu sendiri.
Ya, sampah memang seolah tak berguna, sisa-sisa yang sudah lenyap masa kejayaan.
LIHAT JUGA: Pojokan 129, Ruang Gelap
Namun sebelum apapun itu yang disebut sampah, selama masih menempel pada produsen sampah, produsen sampah itu akan terlihat manis, cute, keren, menarik, jaya dan seabrek lebel serta branding.
Dimata kebanyakan orang, sampah hanya berharga bagi pemulung. Bagi pemulung, memandang sampah seolah sebongkah emas.
Baca Juga:Kalender 2023 PNG HD, Download Gratis Super Lengkap JPG EXCEL PDF AI CDR, di Sini!Program Gempungan, Upaya Ikhtiar Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Purwakarta
Seolah menjumput sekeping kehidupan di setiap tong sampah. Menjadi paradoks keberhargaan sampah yang tak ditakzimi.
Dari perilaku membuang sampah sembarangan di bumi yang dianggap tempat sampah. Entah di jalan, sungai, rumah, kantor, udara, atau apapun yang disekitar.
Tak peduli! Melacurkan egoisme diri. Egoisme yang lahir dari kebebalan nalar dan nurani.