Bentuk ini dikenal sebagai “interpretasi orang kedua”, fasilitator dan penonton bekerja sama memainkan perannya.
Sahlan menekankan, aspek peran adalah elemen penting dalam pertunjukan Main-Mind di Museum. Di sini, kerja pemeranan lebih tentang ‘memainkan’ daripada ‘menjadi’, dan mengandalkan improvisasi ketimbang hapalan teks tertulis.
Teknisnya, fasilitator dan pengunjung memilih suatu peran dan memainkannya dalam situasi imajinatif. Dalam pertunjukan ini, pemeran (fasilitator dan pengunjung) lebih dari sekadar aktor: mereka adalah sarana untuk mengeksplorasi masalah, menceritakan kisah, mengembangkan tema, dan sebagainya. Fasilitator dan pengunjung mengoptimalkan perannya lewat kegiatan aktif seperti bercerita, menulis, bergerak, merespon suara, dan improvisasi
Baca Juga:Pertamakali Game OX NFT Dalam Bentuk BattlegroundRekomendasi Gitar Under 1 Juta. Cocok Untuk Pemula!
“Dalam sebuah pertunjukan berbasis naskah lakon, seorang aktor terikat oleh teks. Namun dalam pertunjukan ini, fasilitator dan pengunjung dapat mencoba semua jenis peran dan situasi secara bebas untuk menjelajahi cerita atau peristiwa apa yang ingin dideskripsikan dan aspek mana yang paling menarik dari cerita atau peristiwa itu,” jelas Sahlan.
Proses garapan Main-Mind di Museum berlangsung sejak akhir November lalu, seminggu sekali, melibatkan sejumlah komunitas dan elemen masyarakat—yang disebut kolabolator—terutama penyandang disabilitas, pelajar, guru, praktisi pendidikan, akademisi, sejarawan, seniman, serta penyelenggara dan pengelola museum.
Pelibatan semua komponen itu dimaksudkan untuk mencapai tujuan lain diselenggarakannya Main-Mind di Museum: menjadikan museum sebagai ruang inklusif dan demokratis dalam kaitannya sebagai wahana pendidikan dan rekreasi.
Pentas Main Mind di Museum akan dilangsungkan saban hari Sabtu pada tiga pekan pertama bulan Februari 2023. Rinciannya: Museum Sri Baduga (1-2/2/2023), Museum Geologi (10-11/2/2023), dan Museum Konferensi Asia Afrika (15/2/2023).
“Ketiga museum itu dipilih berdasarkan konteks tema museum yang beragam, sehingga memungkinkan pendekatan dan eksplorasi artistik yang berbeda,” pungkas Sahlan.