Kisah Anak Punk Jalanan di Pantura Subang: Tidur Beralaskan Bumi, Nyari Makan Dengan Mengamen

Kisah Anak Punk Jalanan di Pantura Subang
Tiga anak punk berbagi kisah.
0 Komentar

Amei mengatakan penghasilannya dalam sehari tidak tetap. Bahkan Amei bersama temannya harus rela makan nasi yang dipungutnya dari tong sampah. Namun jika nasib baik, dalam sehari amei dan temannya bisa uang hingga Rp50.000 dari hasil menganenya.

“Ngamen sehari bisa dapet Rp30.00 kadang paling banyak Rp50.000 itu uangnya dibagi-bagi sama temen, alhamdulillah bersyukur dan bisa makan enak,” ungkapnya.

Ingin Hidup Lebih Baik

Amei Natasya mengaku bahwa dirinya masih memiliki orang tua yang tinggal di daerah Tanggerang. Amei memilih menghabiskan waktunya di jalan untuk meraih kebebasan dan mencari uang sejak tahun 2011 silam.

Baca Juga:Bulog Subang Targetkan Serap 10.000 Ton Beras dari Petani Serikat Perusahaan Pers Ikut Meriahkan HPN 2023, Akan Gelar Kongres ke-26 dan Seminar Media 

“Kadang kalau ada uang saya pulang kasih uang buat orang tua, tapi ya orang tua menerima uang yang saya kasih walaupun itu uang hasil ngamen,” ujarnya.

Amei tumbuh menjadi anak punk bukanlah lahir atas sendirinya. Tetapi Amei hadir dan lahir menjadi anak jalanan atas sikap keluarganya. “Saya jadi anak punk gak sengaja, karena awalnya di rumah udah gak nyaman, orang tua berantem terus. Jadi yaudahlah saya turun ke jalanan pengen nyobain hidup baru gimana rasanya,” ungkapnya.

Tidur beralaskan bumi, singgah di tempat mana pun yang dapat disinggahi untuk dapat berlindung dan berteduh dari teriknya matahari dan derasnya hujan. Keadaan tersebut kadang membuat mereka ingin memiliki kehidupan yang lebih baik.

Hal inilah yang dirasakan oleh anak punk lainnya yaitu Muhammad Rifki, segelintir harapan teruntai dari dalam dirinya bahwa ia ingin menjadi lebih baik dan ingin memiliki pekerjaan yang layak baginya.

“Harapannya saya pengen punya kerjaan yang baik, kerja apapun yang penting halal supaya kehidupan saya menjadi lebih baik. Saya juga pengen pulang ke rumah bisa bikin orang tua bangga tapi bukan dengan cara gini,” ujar Muhammad Rifki.

Dalam benaknya Rifki merasa bahwa dirinya sering diselimuti rasa bersalah dan penyesalan karena telah meninggalkan orang tuanya. “Bapa, Mamah maafin saya karena gak bisa jadi anak yang bapa sama mamah harapkan, semoga bapa sama mamah di rumah sehat dan baik-baik aja. Tunggu Iki pulang mah, iki kangen bapa sama mamah,” pungkasnya.(cdp/ysp)

0 Komentar