Oleh
1.Drs.H.Priyono,MSi (Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta )
2.Drs. H.Jajang Susatyo,MSi (Dosen dan Kaprodi Pendidikan Geografi Unwidha Klaten)
Setiap muslim pasti menginginkan kehidupan yang bahagia baik di dunia dan akherat tanpa kecuali. Jalan menuju kesana sudah diatur dalam Al Qur’an, secara eksplisit Allah dalam kitab suci maupun Rosul dalam hadits telah menyampaikan janjinya bahwa sebaik baiknya pahala adalah surga, sebaik baiknya bekal adalah taqwa kemudian dilanjutkan sebaik baiknya machluk adalah mereka yang bermanfaat kemudian sebaik baiknya kalimat adalah kalimat thayibah. Pada ayat yang lain disebutkan bahwa orang yang kelak menghuni surga adalah mereka yang beriman kepada Allah dan berbuat baik kepada ciptaannya. Ayat dalam Al Qur’an selalu memperhatikan keseimbangan hubungan manusia dengan Tuhannya dan hubungan antar manusia sehingga iman itu harus berdampak pada akhlak orang yang beriman, di sinilah pentingnya pemahaman yang komprehensif. Oleh karenanya Rosul diutus Allah swt untuk menyempurnakan akhlak manusia.
Banyak kegiatan ibadah yang telah kita laksanakan baik ibadah yang sifatnya umum seperti menolong orang , membantu si fakir miskin, mendamaikan orang yang berselisih sampai pada perbuatan amar’ma’ruf nahi munkar maupun kumpulan ibadah yang khusus mulai dari sholat sampai ibadah haji. Adakah terbersit sebuah pertanyaan yang mendasar tentang kualitas ibadah kita yang akhirnya muncul pertanyaan : Apakah ibadah kita selama ini diterima oleh Allah sehingga mendapatkan pahala yang setimpal atau ditolak ? Salah satu ciri amal yang diterima adalah bila pelaku ibadah menunjukkan akhlak yang mulia seperti bicara yang baik dan benar, perilaku yang baik dan pancaran wajah yang selalu bersinar dan sebaliknya artinya bila ibadahnya tak berdampak pada perilakunya. Prinsip ibadah dalam islam yang akan diterima atau ditolak tergantung dua hal yaitu niyat dan ikhlas dalam melaksanakan ibadah, seperti tersurat dalam Al Qur’an Surah Al An’am ayat 162 : “ Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam “. Jadi ibadah itu niyatnya harus karena Allah bukan yang lain.