Oleh :
Djoko Heriyanto (Kepala SMA Negeri 1 Wonosegoro Kab. Boyolali)
Data di Kabupaten Ponorogo selama tahun 2022 ada 191 pengajuan dispensasi nikah, 176 anak yang diizinkan menikah dini , 125 anak yang menikah karena hamil duluan, bahkan sebagian lain sudah melahirkan, sedangkan 51 anak lainnya memilih nikah dini karena alasan sudah punya pacar dan memilih nikah daripada melanjutkan sekolah (detik.com/18/01/2023).
Berita tersebut sempat viral, apalagi jika dikaitkan dengan Kab. Ponorogo, wilayah Jawa Timur ,sebagai kabupaten yang banyak terdapat pondok pesantren, dan lebih ironis lagi ternyata Kabupaten Ponorogo menempati peringkat 28 dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur, tertinggi di Kota Malang dengan jumlah pengajuan dispensasi nikah 1.455.
Pengajuan dispensasi nikah di Jawa Timur selama tahun 2022 sebanyak 15.212, dimana 80 persen diantaranya karena pemohon telah hamil. Sementara itu di Kabupaten Indramayu Jawa Barat terdapat 572 pengajuan dispensasi nikah selama tahun 2022 (detik.com/19/01/2023). Dan mungkin masih banyak lagi data permohonan dispensasi nikah di wilayah-wilayah lain di Indonesia.
Baca Juga:Cabuli Adik Ipar Hingga Hamil, Pria di Pasawahan Purwakarta Nyaris DimassaKejari Subang Dipindahtugaskan, Perkara Tanah Timbul Belum Tuntas
Sebuah masalah serius di saat, dunia pendidikan begitu gencarnya membumikan pendidikan karakter dalam berbagai perubahan perbaikan kurikulum dan selalu berupaya menerapkan kurikulum yang tepat dalam ragka mempercepat tujuan Pendidikan nasional. Apalagi di Kurikulum Merdeka Belajar, melalui otoritas pengelolaan pedidikan diharapkan bisa membentuk kualitas sumber daya manusia yang unggul dan berdaya saing tinggi. Untuk memwujudkannya maka diperlukan penguatan karakter siswa yang meliputi akhlak mulia, memiliki penalaran tinggi di bidang literasi dan numerasi.
Perspektif Islam mengatakan bahwa pernikahan itu adalah seuatu yang luhur dan sakral yang memiliki makna beribadah kepada Allah dan merupakan salah satu perjanjian agung, mengikuti sunah Rasulullah dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggungjawab, dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum yang harus diikuti.
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 memberitakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.