oleh
Drs.H.Priyono,M.Si ( Dosen Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta dan Kolumnis Jabar Pasundan ekspres dan Radar Solo )
Ada filosofi yang sering kita dengar untuk memberikan motivasi bagi para penulis yang akan mengabadikan karyanya dalam sebuah tulisan atau publikasi baik dalam bentuk artikel maupun buku dan sejenisnya yang bisa dibaca oleh banyak orang dan tidak mengenal batas geografi. Misalnya : “Ikatlah ilmu dengan tulisan”, “Buku menjadikan penguasaan ilmu”, dan ada lagi dari Pramoedya Ananta Toer yang menyatakan :” Orang boleh pandai setinggi langit, tetapi selama dia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan sejarah”. Filosofi keilmuan itu sangat penting untuk memberikan pegangan, motivasi sekaligus untuk keberlanjutan tulisan. Perspektif islam mengajarkan bahwa warisan yang berbentuk tulisan adalah amal jariyah sesuai dengan hadits Nabi yang artinya : “ Jika seorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali 3 perkara yaitu : sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau doa anak sholeh “( HR Muslim ).
Kenapa perlu menulis ? Jika seorang guru atau dosen mengajar di depan kelas maka orang yang diajar akan terbatas jumlahnya, mahasiswa/siswa yang diajar bisa dihitung, jadi ilmu yang ditransfer kepada mereka yang diajar tidak seperti jika ilmu itu disusun dalam bentuk buku atau ditulis dalam sebuah artikel kemudian dipublikasikan . Hasil publikasi bisa dibaca banyak orang , juga dapat diwariskan ke generasi berikutnya sepanjang masa,lebih lebih perkembangan teknologi digital semakin canggih akan meberi manfaat yang lebih banyak pembacanya. Itulah ilmu yang memberi manfaat banyak orang dan selagi ilmu itu masih dimanfaatkan atau dibaca oleh orang lain maka pahalanya tetap mengalir kepada penciptanya. Begitu mulia bila karya dapat dipublikasikan.
Baca Juga:Rendiana Awangga: Musrenbang Dorong Pemerataan PembangunanDispensasi Nikah dan Pendidikan Karakter
Rosululloh Muhammad saw berpesan : “Carilah ilmu sampai ke negeri China”. Makna nasehat Sang Pencerah pembawa risalah tersebut bahwa islam konsen terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bahkan dalam Al Qur’an menempatkan orang yang beriman dan berilmu memiliki derajat yang lebih tinggi ( Surah Al mujadilah ayat 11 ), disamping itu islam tidak pernah membuat sekat antara islam dan bukan islam dalam soal muamalah sehingga belajar dimana dan kepada siapa saja untuk mengkaji ilmu diberi kebebasan, sebaliknya Muhammadiyah yang bergerak di bidang amal usaha pendidikan, terbuka untuk menerima mereka yang mengkaji ilmu, bahkan di Perguruan Tinggi Muhammadiyah di Papua, sebagian besar mahasiswanya berasal dari kalangan non muslim, inilah indahnya mencari ilmu untuk kesejahteraan masyarakat dan membangun peradapan.