Pada tanggal 24 Februari 2021, Presiden Joko Widodo menetapkan tanggal 1 Maret sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN) melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022. Hal ini menuai kontroversi terkait konsiderannya.
Oleh: UNU NURAHMAN
Guru Penggerak SMAN 1 Leuwimunding
Dosen FIB Unsap Sumedang
Tanggal 1 Maret yang berlatar peristiwa bersejarah Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949 ditetapkan sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara oleh Presiden Joko Widodo melalui Keppres Nomor 2 Tahun 2022 yang ditandatangani pada tanggal 24 Februari 2022. Hal ini menjadi kontroversi terutama dikarenakan pertimbangan ketiga dalam keppres tersebut.
Dalam pertimbangannya, Presiden menyatakan bahwa peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya.
Baca Juga:Link Nonton Film Para Betina Pengikut Iblis Blueray 1080pTanggul Cipunagara Longsor Sepanjang 30 Meter
Ada yang menarik untuk dicermati dari konsideran di atas. Sebelum tahun 1970, peristiwa SU 1 Maret 1949 tidaklah begitu ditonjolkan bahkan ada persepsi di kalangan pejuang saat itu bahwa SU 1 Maret tidak melebihi dari heroisme peristiwa bersejarah lainnya seperti pertempuran Medan Area, Palagan Ambarawa, Bandung Lautan Api, Puputan Margarana, pertempuran 5 hari 5 lam di Palembang, dan Long March Divisi Siliwangi. Dilihat dari esensi penegakan kedaulatan, peristiwa pengakuan kedaulatan RI oleh Belanda tanggal 27 Desember 1949 tentunya lebih tepat.
SU 1 Maret menjadi sangat ditonjolkan dengan naiknya duet Jenderal Soeharto – Sultan HB IX sebagai Presiden dan Wakil Presiden pada tanggal 24 Maret 1973 sampai 23 Maret 1978. Pada tahun 1979, SU 1 Maret diangkat ke layar lebar dengan judul Janur Kuning yang mendeskripsikan peran sentral Letkol Soeharto yang menjabat sebagai Komandan Brigade X KRU/ Wehrkreise III. Soeharto dalam otobiografinya Soeharto: pikiran, ucapan dan tindakan saya (1988) menulis bahwa dirinyalah menggagas SU 1 Maret.
Sesuai dengan rantai komando di TNI saat itu, peran Soeharto sebagai penggagas layak dipertanyakan karena mengecilkan peran atasannya Panglima Divisi / Gubernur Militer III (Kolonel Bambang Soegeng), Panglima Tentara dan Teritorium Jawa/Markas Besar Komando Djawa/MBKD (Kolonel A.H. Nasoetion), Wakil Kepala Staf Angkatan Perang (Kolonel TB Simatoepang) dan Panglima Besar TNI (Jenderal Soedirman). Namun demikian fakta Letkol Soeharto selaku pelaksana/pemimpin serangan tidak terbantahkan bahkan rekam jejaknyapun tercantum dalam arsip Belanda The Nationaal Archief (NA) nomor 6739.