Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? Bagian 1

Pernikahan dini, Married by Accident/MBA ? Bagian 1
0 Komentar

Semakin maju peradaban manusia ditandai dengan semakin tingginya pendidikan baik formal maupun non formal, angka perjodohan dan perkawinan dini semakin berkurang bahkan semakin jarang kecuali pada masyarakat terbelakang dan pedalaman yang tingkat pendidikannya sangat rendah serta budaya yang masih mengikatnya seperti untuk Indonesia yang masih tingi angka ini adalah di Nusa Tenggara Timur. Itupun juga fator budaya cukup banyak mempangaruhinya. Data statistik lima tahun sebelumnya memperlihatkan, 20,5 persen anak sekolah atau pelajar di NTT menikah di usia sekolah akibat kurangnya pemahaman tentang nikah di usia anak, seolah-olah sudah menjadi tradisi, ekonomi, dan kecelakaan atau pergaulan bebas (NTTOnlinenow.com). Kementerian Pemberdayaan Perlindungan Perempuan dan Anak (PPPA) selama tahun 2021 mencatat, 64.000 anak di bawah umur mengajukan dispensasi menikah selama pandemi Covid-19. (Sumber: Kompas.com). Di level kabupaten misalnya , data di kabupaten ponorogo memberitakan bahwa selama tahun 2022 ada 191 pengajuan dispensasi menikah dengan rincian 125 anak diizinkah menikah dini, a25 anak terpaksa diizinkah menikah karena MBA, bahkan sebagian yang lain sudah melahirkan, sedangkan 51 anak lainnya memilih menikah dini karena alasan sudah punya pacar dan memilih menikah dari pada melanjutkan sekolah (detik.com/18/01/2023). Lokasi daerah yang dilaporkan adanya pernikahan dini akan menjadi pelajaran menarik bila dikaitkan dengan banyaknya pondok pesntren di sana? dan sekaligus jadi pelajaran yang berharga bagi keluarga dan sekolah.

Namun sebaliknya di masyarakat yang semakin maju ditandai dengan majunya pendidikan dan ilmu pengetahuan (tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan pengamalan agama yang cukup), angka perkawinan dini akibat married by accident (MBA) semakin meningkat tajam. Apalagi dalam masa pandemi sekitar tahun 2021-2022 adanya peningkatan ijin nikah dini dalam jumlah yang signivikan. Hal ini dimungkinkan karena pelajar usia SMP dan SMA kala itu belajar daring dari rumah masing-masing sementara orang tua mereka sama bekerja sehingga kurang ada pengawasan ketika belajar daring tersebut.

Berdasarkan data yang dirilis Pengadilan Agama (PA) di beberapa kabupaten di Jawa Timur ada sepuluh besar angka pernikahan dini tersebut yaitu kabupaten Malang, Jember, Probolinggo, Banyuwangi, Lumajang, Bondowoso, Pasuruan, Kab. Kediri, Bojonegoro dan Tuban. Namun dimanapun kabupatennya permasalah itu rupanya menjadi permasalahan semua kabupaten bahkan menjadi permasalahan Nasional. Bisa jadi Kabupaten di daerah lain atau di provinsi lain juga mengalami hal yang sama bahkan lebih tinggi lagi angka perkawanian dini tersebut.

0 Komentar