Anggota DPRD Jabar Gus Ahad Sesalkan Kasus Meninggalnya Ibu dan Bayi di Subang, Peristiwa Serupa Jangan Sampai Terulang 

Anggota DPRD Jabar Gus Ahad Sesalkan Kasus Meninggalnya Ibu dan Bayi di Subang, Peristiwa Serupa Jangan Sampai Terulang 
0 Komentar

PURWAKARTA-Hangat pemberitaan tentang pasien ibu hamil yang meninggal karena tidak tertangani di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Ciereng Subang mendapat perhatian dari Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Ir. H. Abdul Hadi Wijaya, M.Sc.

Pria yang akrab disapa Gus Ahad ini sangat menyesalkan kejadian tersebut kembali terulang. Bahkan, anggota legislatif dari Fraksi PKS ini menekankan jika peristiwa menyedihkan ini harus menjadi bahan pelajaran bagi semua pihak.

“Saya mendapatkan informasi bahwa pasien atas nama Ibu Kurnaesih (39), warga Kampung Citombe, Desa Buniara, Kecamatan Tanjungsiang, Kabupaten Subang meninggal beserta bayi yang dikandungnya karena tidak tertangani,” kata Gus Ahad kepada wartawan, Rabu (8/3).

Baca Juga:Pemprov Jabar Dorong Percepatan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Ditinggal Sendirian di Rumah, Seorang Nenek di Subang Paku Kepalanya Sendiri

Pihak rumah sakit, kata Gus Ahad, mengkonfirmasi bahwa tidak ada penolakan atas pasien tersebut, namun karena ruang intensive care unit (ICU) saat itu penuh. Sehingga, pasien ditampung terlebih dahulu di ruang instalasi gawat darurat (IGD).

“Ini sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan. Boleh jadi bagi publik atau masyarakat awam menganggap peristiwa ini selesai begitu saja. Ada pasien meninggal karena tidak tertangani. Bukan suatu hal yang penting,” ujarnya.

Namun, bagi pemerintah daerah, termasuk bagi Komisi V DPRD Jabar yang salah satunya membidangi kesehatan, ini harus menjadi catatan agar peristiwa memilukan tersebut tak terulang.

“Kejadian semacam ini tak hanya terjadi RSUD Ciereng Subang. Karenanya, seluruh rumah sakit, khususnya di Jabar, harus melakukan perubahan. Terutama, bagaimana prosedur dalam menerima dan menangani pasien,” ucap Gus Ahad.

Legislator Dapil Karawang – Purwakarta ini pun menyebutkan, ketika kapasitas rumah sakit penuh, maka kondisi ini harus terinformasikan dengan cepat kepada pasien. Sehingga ada plan B (rencana kedua) untuk penanganan pasien tersebut.

“Sebenarnya ada sistem informasi terkait bed occupation rate atau ketersediaan tempat tidur di suatu rumah sakit. Hanya saja masyarakat belum memahami literasi tersebut,” kata Gus Ahad.

Sehingga yang terjadi, lanjutnya, pasien dibawa dulu ke rumah sakit baru mengetahui ruangannya penuh atau tidak. Padahal saat itu adalah masa-masa yang sangat menentukan bagi pasien.

0 Komentar