Umar Bin Abdul Aziz: Sosok Panutan Pemimpin Besar

Umar Bin Abdul Aziz
Ilustrasi Khalifah Umar Bin Abdul Aziz
0 Komentar

Maka Sulaiman menulis keputusannya untuk mengangkat Umar bin Abdul Azziz sebagai khalifah, dan setelahnya khalifah selanjutnya adalah Yazid bin Abdul Malik.

Setelah penobatannya, Umar bin Abdul Azziz dalam pertemuan pertamanya dengan rakyatnya sebagai khalifah mengatakan, “Wahai manusia, sungguh aku diuji dengan jabatan yang tidak pernah terpikirkan olehku dan aku akan memikulnya, apalagi memintanya tanpa musyawarah kaum Muslimin.

Sungguh aku membebaskan kalian untuk membaiat siapa saja. Oleh karena itu, pilihlah orang yang menurut kalian pantas”.

Pada saat itu, massa berteriak setuju dengan penobatannya sebagai khalifah.

Baca Juga:Kang Dedi Mulyadi Belum Klarifikasi Alasan Pengunduran Dirinya dari Partai GolkarPembunuhan Tuti dan Amel di Subang: Ahli Forensik Berharap Kasus Terungkap

Dalam pidato pertamanya sebagai khalifah, tepatnya pada Jumat tanggal 10 Shafar 99 H, Umar bin Abdul Aziz menyampaikan beberapa hal penting dalam pemerintahannya, yaitu:

1. Komitmen Umar bin Abdul Azziz untuk mengamalkan Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya. Ia menegaskan bahwa ia tidak akan terlibat dalam perdebatan masalah syariat agama, karena tugasnya hanya sebagai pelaksana. Ia memahami bahwa syariat agama telah jelas, dan ia akan memperbolehkan apa yang telah dihalalkan oleh Allah dan sebaliknya.

2. Ia memperbolehkan para pendamping dan orang-orang terdekatnya memberikan saran dan masukan yang baik.

3. Ia mengingatkan manusia tentang konsekuensi buruk di dunia jika mereka berbuat jahat, dan mengajak mereka untuk memperbaiki batin dan mengingat akan kematian.

4. Ia berjanji tidak akan menahan hak seseorang. Umar juga menjelaskan bahwa kewajiban kaum Muslimin adalah taat kepadanya selama ia taat kepada Allah. Mereka tidak wajib taat kepadanya jika ia melakukan maksiat kepada-Nya.

Umar bin Abdul Aziz memiliki kepribadian pemimpin yang memukau.

Ia memiliki sifat-sifat seorang pemimpin yang tak tergoyahkan.

Ia memiliki iman yang dalam kepada Allah dan mengagungkan-Nya, merasa takut kepada-Nya, memiliki pengetahuan yang luas, zuhud, tawadhu’, menerima nasihat dengan baik, tegas, dan memiliki sifat-sifat terpuji lainnya.

Dalam hikayat lain (kitab Ihya Ulumuddin) diceritakan, ketika anaknya meminta uang jajan untuk keperluannya, beliau sedang tidak punya uang sedikitpun, lalu sang anak menimpalinya dengan sedikit kasar “Engkau pemimpin umat yang besar, namun tidak berkecukupan” lalu beliau menjawabnya dengan tegas “Jika aku memberimu uang, sedangkan uang tersebut kau gunakan untuk maksiat, maka apa yang akan bicarakan depan Tuhanku”.

0 Komentar