Kaum iblis menggoda dengan duniawi dan kebendaan.
Menganggit adiksi dan keterikatan. Pun adiksi pada sesuatu yang tak senonoh dan atau keserakahan.
Adiksi yang memantik kepatuhan untuk selalu mencari kesempatan untuk memuaskan nafsu.
Dibungkus performa saleh. Dan keterikatan itu menjadi cerita yang menjadi milik kita sendiri.
Dikubur dalam relung jiwa terdalam agar tak menjadi aib viral.
Baca Juga:Easy Cash Apakah Aman? Katanya Ga Ada DC Lapangan, Cek di SiniCara Bikin Stiker WA yang Mudah dan Praktis Tanpa Aplikasi Tambahan, Mudah Bingits
Untung Tuhan Maha Welas Asih. Tak mengumbar aib itu di muka bumi.
Jika tak ada Sang Maha Welas Asih, aib kita membuncah bagai petasan renteng. Meninggalkan residu penyesalan.
Hanya kalimat “seandainya” menjadi penghibur dari sesal dibelakang.
Perjanjian iblis itu dimanifestasikan pada keterikatan pada apapun.
Dan betapa kuat kita terikat kepada kebendaan.
Menjadi hasrat dan laku lampah.
Mewujud dalam bentuk pemuja hedonisme, keserakahan, menindas, abai, memacu egoisme dan mengagungkan kepentingan sendiri.
Menjadikan nurani membatu. Melahirkan kebebalan kepekaan terhadap marwah diri, dan kemanusiaan.
Bagi saya orang awam, jamaah Nahdlatul Ulama (NU) biasa, ziarah adalah upaya untuk mengulur keterikatan terhadap kebendaan.
Menguatkan mental yang masih amatir. Yang marah ketika diremehkan, diabaikan dan tak sampai pada cita-cita.
Ziarah menjadi “tembok”sandaran dari keamatiran mental. Memasrahkan perasaan dan menggantung hajat pada yang Maha Pengasih.
Baca Juga:20 Minuman Terenak di Dunia, Menjelajahi Nikmat yang Tak Tergantikan, Nomor 9 Sering Ditemukan!Kapan Sebaiknya Minum Susu Prenagen Esensis? Ternyata Begini Manfaat dan Kekurangannya
Sejatinya, ziarah pun mesti dilakukan pada yang masih hidup dan kehidupan.
Untuk mengasah kepekaan sosial, spiritual dan akal. Mendialogkan makna kemanusiaan dan peran maslahat hidup.
Ziarah untuk mendiskusikan perjanjian dengan Tuhan dan kemanusiaan.
Mencoba memutus ikatan perjanjian dengan iblis.
Padahal kita sendiri, kadang menjadi iblis itu sendiri. (Kang Marbawi, 24.05.23)