Oleh:
(Lupi Nugrana Husain, Komisioner Panwascam Cibogo)
Penyelenggara pemilihan umum merupakan pelanggaran terhadap prinsip kemandirian. Tanpa mengenyampingkan upaya kolaborasi dari semua pihak dengan orientasi yang mensukseskan pesta demokrasi yang ada. Sesuai Pasal 22E Ayat 5 UUD 45 yang berbunyi “Pemilihan Umum Diselenggarakan oleh Suatu Komisi Pemilihan Umum yang Bersifat Nasional, Tetap, dan Mandiri’.
Dari titik inilah penulis memandang bahwa upaya kolaboratif harus dilakukan dengan baik dan berkesinambungan, sehingga angka partisipasi meningkat. Dalam kontes perkembangan hari ini, pemilih milenial yang cerdas dan kritis, memiliki posisi strategis dan tantangan tersendiri dalam mendorong angka partisipasi untuk meningkat.
Fluktuatifnya tingkat Partisipasi bukan hanya disebabkan oleh Penyelenggara Pemilu dalam melakukakan Sosialisasi Pemilu tetapi ada faktor lain seperti rendahnya Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya pemilu sebagai jalan demokrasi, yang disebabkan oleh kompleksitas isu yang beredar hari ini dan memiliki sifat.
Baca Juga:Rapat Pembahasan Pemekaran Kabupaten, Wabup Agus Masykur Sebut Subang Sudah Layak Mekar Siswa SD di Subang Diajak Mencintai Alimpaido, Ikhtiar Disdikbud Subang dengan Menggelar Perlombaan
Menurut Conyers (1994:154), ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal.
Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut.
Ketiga, timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan bahwa merekapun mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan dikemudian waktu.
Andaikata merunut apa yang disampaikan oleh Susenas 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 persen dari total penduduk Indonesia. Proporsi tersebut lebih besar dari proporsi generasi sebelumnya seperti generasi X yang (25,74) persen) maupun generasi baby boom + veteran (11,27 persen).
Demikian juga dengan jumlah generasi Z baru mencapai sekitar 29,23 persen. Generasi milenial menyebar merata di seluruh provinsi di Indonesia. Pun demikian dalam konteks kedaerah, tentu angka partisipasi milenial Akat mendominasi, karena secara sebaran terdapat dari berbagai daerah kabupaten kota seluruh Indonesia.