PASUNDAN EKSPRES – Tak satupun makhluk di kolong langit ini, yang tak pernah borokan.
Hatta segala jenis tumbuhan dan binatang.
Baik yang ada di sungai, laut, udara, darat atau yang ada di bawah tanah, pastinya pernah korengan.
Soal penyebab, bisa macam-macam.
Bisa karena terantuk batu atau tangga, kepleset kulit pisang, hingga tertular “gudikan”.
Baca Juga:KOMPETISI INOVASI JAWA BARAT, Ridwan Kamil Wajibkan Inovasi Terbaik Direplikasi 27 Pemda di JabarPinjaman Syariah untuk Karyawan, Solusi Keuangan yang Islami dan Terpercaya
Soal besar kecil, lama-cepat sembuh, bersisik tidak bersisik seperti kulit kadal pada borok tersebut, bergantung status sosial pemilik borok.
Semakin tinggi status sosial dan ekonomi pemilik borok, semakin enggan “si borok” berlama nangkring di kulit.
Entah karena memang pemilik status sosial tinggi, tak pantas borokan.
Sebaliknya, andai pemilik koreng itu orang biasa, semakin betah “si borok” berleha-leha, mematut diri di permukaan kulit si empunya.
Seolah turis yang berjemur di pinggir pantai. Itu, jika si empunya kulit tak mengolesi “si borok” dengan Penicillin.
Milik Alexander Fleming, orang Skotlandia yang menemukan antibiotik ini tahun 1928 silam.
Borok biasanya akibat luka yang dibiarkan tumbuh mengembang, seperti bunga yang merekah merah dan bernanah. Menimbulkan bau tak sedap.
Boleh jadi karena bau tak sedap itu, borok seringkali ditutupi. Bahkan ditutup-tutupi.
Baca Juga:JAUH dari RIBA! Ini Rekomendasi Pinjaman Syariah untuk Bisa Melunasi Hutang RibaMP3Juice Download Lagu Youtube MP3 Cepat Mudah dan Gratis Tanpa Aplikasi
Selain karena mengurangi keindahan tubuh, juga borok dianggap aib yang tak boleh diketahui orang.
Herannya ada juga orang yang suka membuka borok orang lain atau tak sengaja membuka borok sendiri.
Sejatinya borok tak hanya yang terlihat oleh mata.
Ada borok-borok sosial dan spiritual yang juga menghinggapi segala jenis manusia.
Borok bin koreng jenis ini pun tak mengenal status sosial.
Dia bisa lahir karena ulah sendiri atau kepradah orang lain.
Borok model ini ditimbulkan dari godaan yang bermetamorfosis menjadi adiksi.
Bergantung kepada kesempatan dan seutas tali imajiner iman.