Sejatinya semua manusia apapun status sosial, berusaha untuk menghindari borok dan anak keturunannya dari jenis ini.
Namun apalah daya, seperkasa-perkasanya manusia, siapapun itu pernah melakukan dan menyimpan borok itu.
Ditutupi rapat-rapat, agar yang lain tak mengendus bau busuk dari borok diri.
Baca Juga:KOMPETISI INOVASI JAWA BARAT, Ridwan Kamil Wajibkan Inovasi Terbaik Direplikasi 27 Pemda di JabarPinjaman Syariah untuk Karyawan, Solusi Keuangan yang Islami dan Terpercaya
Menariknya, borok tak kasat mata ini, sering kali dengan sengaja kita melakukannya.
Setelahnya, kita berusaha menutupi serapat-rapat mungkin.
Bahkan jika bisa menguburnya dalam-dalam.
Hatta sudah terendus dan menyebarkan aroma tak sedap pun, kita berusaha mangkir.
Tak mengakui dan melemparnya ke yang lain.
Meninggalkan residu hujatan dan caci maki.
Borok jenis ini biasanya ditutupi dengan topeng kesalehan dan sorban kewibawaan.
Perhiasannya adalah sorongan rupiah untuk menyumpal mulut-mulut nyinyir dan berkelit dari perangkat hukum.
Sebab, borok ini jika terbuka ke publik, akan menelanjangi kewibawaan dan menjatuhkan status sosial.
Menghancurkan pride.
Pojokan 156, “Borokan”
Sesungguhnya, sedikit sekali orang yang berani mengakui dan jujur dengan borok sosial/spiritual.
Ketidakjujuran itu untuk menutupi ketelanjangan diri.
Padahal dalam ketelanjangan kita dilahirkan.
Dan tubuh telanjang itu dilumuri dosa yang ditutupi dengan gemerlap pakaian.
Baca Juga:JAUH dari RIBA! Ini Rekomendasi Pinjaman Syariah untuk Bisa Melunasi Hutang RibaMP3Juice Download Lagu Youtube MP3 Cepat Mudah dan Gratis Tanpa Aplikasi
Tanpa pernah berusaha untuk jujur dengan diri sendiri, berbuah matinya nurani.
Karena selalu ingin terlihat sempurna dan mulus.
Jujur kepada Tuhan menjadi jalan untuk menyembuhkan borok nurani dan sosial.
Sejatinya Tuhan masih menyayangi kita, dengan tak membuka borok itu ke khalayak.
Apa jadinya jika Tuhan membuka borok itu.
Hancurlah Kita.
Tuhan terimakasih, sudah menutupi borok itu.
Walau Engkau tahu bahwa Kami tak menjamin, tak melakukan lagi borok itu. (Kang Marbawi, 14.06.23)