PASUNDAN EKSPRES – Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan mengapa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak mencantumkan pidana untuk perilaku Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT).
Penjelasan ini tersampaikan saat acara sosialisasi KUHP Kemenkumham Goes To Campus di Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat, pada Kamis (13/7/2023) dalam chanel youtube Kemenkumham RI.
Salah seorang peserta sosialisasi bernama Sofi mengajukan pertanyaan apakah LGBT mendapat aturan dalam KUHP baru ini.
Menurutnya, LGBT sangat meresahkan masyarakat.
Read more:
Tega! Ayah di Pabuaran Subang Cabuli Anak Kandung Hingga Hamil
Baca Juga:Jadwal Lengkap MPL ID S12: Cek Hasil Pertandingan, Klasemen, Hingga Nonton Turnamen Esports MLBB di SiniCara Registrasi Kartu Telkomsel: 2 Langkah Mudah Registrasi 2023
Perspektif Wamenkumham
Dalam tanggapannya, Wamenkumham yang akrab disapa Eddy Hiariej menjelaskan bahwa jika LGBT diatur dalam KUHP,
khawatir akan timbul penegakan hukum yang serampangan.
“Apakah Bu Sofi pernah berpikir akan terjadi suatu penegakan hukum yang serampangan jika LGBT diatur?” ujar Eddy.
Dia memberikan contoh, jika hukum terkait LGBT telah sah, maka akan ada kecurigaan terhadap hal-hal yang seharusnya lumrah, seperti kos-kosan khusus laki-laki atau perempuan.
“Pada saat kos-kosan khusus perempuan, semua orang dicurigai sebagai lesbian. Pada saat kos-kosan khusus laki-laki, semua orang dicurigai sebagai gay.
Jika ada campuran, dikatakan tinggal bersama (kumpul kebo),” ungkapnya.
Oleh karena itu, KUHP yang disahkan pada tanggal 6 Desember 2022 telah dirancang seadil mungkin
untuk semua gender dengan tetap memperhatikan norma-norma yang berlaku di masyarakat.
Saat ini, aturan mengenai tindak asusila dalam KUHP masih terbatas
pada perzinaan dan dianggap sebagai delik aduan dengan batasan yang ketat.
Eddy menjelaskan, “Jika seseorang melakukan hubungan seks, baik salah satu atau keduanya telah terikat dalam perkawinan yang sah,
maka hanya suami atau istri yang berhak mengadukan hal tersebut sebagai perzinaan.”
Baca Juga:IT Telkom Purwokerto: Biaya Kuliah, Program Studi Hingga Syarat Penerimaan Mahsiswa BaruPoliteknik Negeri Jakarta: Program Studi, Biaya Kuliah Hingga Kerjasama antar Industri
Jika kedua pelaku dalam hubungan tersebut telah menikah, maka aduan dapat dilakukan oleh orangtua atau anak dari pelaku, dan delik ini bersifat aduan yang bersifat absolut.
“Dengan adanya delik aduan yang bersifat absolut, tidak mungkin ada razia di kos-kosan atau tindakan semacam itu, karena deliknya membutuhkan aduan,” jelas Eddy.